Tampilkan postingan dengan label Celoteh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Celoteh. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 April 2014

Dapat

Apa yang kita berikan akan balik lebih banyak lagi. Saya percaya itu. Meski tak balik dalam bentuk yang pernah saya beri, saya tak pernah menuntutnya. Saya pikir, apa yang sudah saya berikan akan saya lupakan. Entah orang yang menerimanya akan terus mengingatnya atau tidak itu urusan dia. Yang penting ketika saya memberikannya saya merasa senang.

Kegemaran saya yang baru, muncul ketika saya sudah menginjak umur dua puluhan. Saya yang membenci kegiatan membaca menjadi amat senang membaca, dan saya tak tahu buku apa saya yang bagus. Pada akhirnya naluri keingintahuan saya yang berlebihan membuat saya mencari tahu ini dan itu. Mendalam. Sampai ke sudut-sudut yang belum pernah saya jamah. Meski belum semuanya berhasil saya telusuri. Saya menemukan satu kesimpulan, di mana media sosial menjadi begitu menyenangkan untuk main-main. Dan bonusnya ternyata dari sekadar iseng-iseng ikutan kuis, saya jadi keterusan iseng sehingga dapat buku sepanjang tahun sebanyak ini.

Sampai-sampai ibu saya bosan jika ada orang yang mencari saya. Karena sudah pasti itu abang tiki, mas JNE atau pak pos. dan lagi-lagi isi paket yang mereka antar buku. Beliau kadang nyeletuk, “Paket kok buku terus, duit kenapa?” sambil senyum-senyum.

Senin, 31 Maret 2014

Lahan Subur yang Harus Dimusnahkan

Ketika ramai-ramai berita soal kasus bullying di zaman serba cepat ini. Di mana kasusnya pun cukup beragam, mulai dari kasus yang terjadi di dunia nyata sampai di dunia maya. Yang parahnya lagi, tak tanggung-tanggung hingga memakan korban nyawa, mereka yang tak kuat akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Semua kasus bullying biasanya berawal dari perbuatan yang tidak menyenangkan. Di mulai dari ejekan—menyerang lewat kata-kata—hingga pukulan.

Beban yang ditanggung korban bullying tak secetek kolam renang anak-anak, yang apa bila orang dewasa berdiri di sana hanya sebetis atau sedengkulnya saja. Tapi lebih dari itu, bayangkan anak-anak yang tak bisa berenang terjun atau melompat ke kolam renang khusus orang dewasa. Apa yang terjadi? Jika ada yang menolong ia bisa selamat. Jika tidak? Entah apa yang akan terjadi.

Kamis, 27 Maret 2014

Yang Jauh, Yang Dekat Merapat

Soal tragedi di Palestina yang selalu jadi perdebatan di negeri kami setiap pertumpahan darah di sana terjadi. Ada pertanyaan yang selalu sama, "kenapa membantu yang jauh sedangkan yang dekat masih banyak kekurangan?"

Saat tsunami di Aceh, warga Palestina ramai-ramai menyumbang apa yang ada untuk bantu Aceh, meski kondisi mereka sangat sulit. 10.000 USD dari rakyat Palestina untuk saudara-saudara kita di Aceh saat tsunami 2004, padahal makan minum saja mereka sukar. ( Helvy Tiana Rosa)

Pikiran kita masih tertutup jika masih sibuk memperdebatkan itu semua (soal siapa yang berhak ditolong karena jarak), sebagai sesama manusia bukankah menolong sesama adalah sebuah kewajiban? Terlebih lagi menolong mereka yang berjuang mempertahankan hidup di tengah gempuran roket, peluru yang siap membunuh setiap waktu. Tanpa peduli tua, muda atau masih minum susu. Nyawa-nyawa seakan tak ada harganya, di sudut-sudut kota kekejaman diperlihatkan begitu nyata, di mana bom-bom jatuh menghancurkan gedung-gedung pemukiman warga, meluluh lantahkan bangunan-bangunan yang penting adanya—seperti rumah sakit dan sekolah. Masalah kemanusian masalah semua, kita berhak mengecam tindakan Israel yang melakukan itu semua dan apakah kita harus menutup mata dan tak mau menolong saudara kita di Palestina?

Rabu, 26 Maret 2014

Politik Hari Ini

Tahun 2014 menjadi tahun di mana Indonesia akan berpesta merayakan demokrasi, semua bebas memilih wakil-wakil mereka untuk duduk di senayan. Juga memilih pemimpin untuk negeri yang kami cintai. Saya sebetulnya tak begitu tertarik membicarakan politik, apalagi ingin tahu banyak tentang politik. Buat saya politik sangat kotor. Betapa tidak, begitu banyak hal busuk di sana, dari pertengkaran para politisi, hingga kasus korupsi yang masih banyak belum teratasi.

Segala macam kebijakan hadir hanya untuk memuaskan diri sendiri. Saya tak melihat sedikitpun kebaikan hadir di sana. Anak muda, ketika ditanya ingin jadi apa? Rasanya tak banyak yang ingin menjadi politisi. Mungkin bisa dihitung jari beberapa yang mau, seperti ada guyonan, mahasiswa yang nilainya A bakal jadi dosen, yang nilainya B akan jadi pengusaha, dan yang nilainya C akan jadi politisi. Betapa politik diletakan di deretan bawah, dari guyonan tersebut. Karena anak muda sudah terlanjur apatis terhadap kondisi politik di negeri ini. seolah kebaikan tak pernah nampak dari tempat bernama politik.

Minggu, 23 Maret 2014

Jalan Sepi yang Harus Dilewati Sendiri

Saya terus menjalani hidup meski tak tahu akan ke mana. Tujuan tak ada, apalagi cita-cita. Kesukaan terus berganti. Dari ini dan itu tak ada yang pasti. Ketika sukses berjualan, berbangga hati dengan bilang "ini jalan saya, dan saya harus bertahan di sini". Ternyata kebanggan itu tak bertahan lama. Cita-cita jadi pengusaha kandas begitu saja ketika bangkrut habis-habisan tanpa tersisa.

Saya mulai bertanya lagi pada apa yang saya jalani, "ini kah jalan yang benar?" Saya tak menyalahkan keadaan, apalagi takdir. Sudah begitu jalannya. Tinggal bagaimana saya menjalankannya. Dari lubuk hati masih tersimpan keinginan menjadi pengusaha, ya setidaknya punya usaha sendiri untuk tetap hidup. Mungkin tipe orang seperti saya tak pantas kerja kantoran, memakai kemeja dan dasi yang rapi. Lebih senang memakai kaos dan celana jeans.

Di perjalanan, siapa yang tahu kesukaan bertambah. Ketika saya ditanya ingin jadi apa? Seperti biasa saya tak ingin menjawabnya. Cukup tersenyum dan semua berhenti bertanya. Tapi di dalam hati saya menjawab bahwa aku ingin menjadi penulis. Ternyata setelah dijalani, jalan ini lebih melelahkan ketimbang jalan sebelumnya. Saya harus belajar banyak soal bagaimana menulis yang baik, berbagai macam hal dalam pelajaran Bahasa Indonesia yang dulu saya abaikan kini harus dipelajari kembali, dan yang paling utama saya terus membaca banyak buku. Jalan ini lebih keras dari apa yang saya bayangkan. 

Sabtu, 22 Maret 2014

Sudah Terlalu Lama Asik Sendiri

Sudah terlalu lama sendiri, sudah terlalu lama aku asik sendiri. Lama tak ada yang menemani. Sudah terlalu asik dengan duniaku sendiri...

Teman-temanku berkata, "yang kau cari seperti apa?"

Aku tertawa, "nanti pasti ada waktunya..."

Pertama dengar lagu Kunto Aji – Terlalu Lama Sendiri, agak gimana gitu, ya, hati kecil bilang, "ini gue banget". Menohok dan menyindir. Tapi ada semacam pembelaan di sini. Seperti salah satu tweet-nya Alit, terlalu sibuk berkarya sampai lupa caranya berasmara. Terkadang dalam kesendirian kita bisa berpikir jernih, mana yang baik dan mana yang tidak untuk diri sendiri. Bisa belajar dari apa yang dilakukan orang yang sedang menjalin hubungan--tentu kembali pribadi masing-masing.

Ada guyonan lucu di twitter beberapa hari ini pada gambar bungkus rokok. Saya tidak tahu siapa yang membuat. Kira-kira bunyi reaksi orang-orang begini, " Orang Indonesia lebih takut jomblo daripada mati.

Jumat, 21 Maret 2014

Pertanyaan-Pertanyaan Soal Masa Depan 2

Si Fulan si enak udah kerja, nanti lulus tinggal ngelanjutin kerjanya. Si Falan udah punya rumah padahal masih bujangan. Si Fillan enak sekarang, udah jadi direktur, punya mobil, apatemen, rumah dan hidupnya bahagia. Si Follon sekarang udah PNS, udah enaklah hidupnya.

Kamu kapan bisa jadi seperti mereka? Kenapa nggak mau ngikutin jejak si Fullan, Fillan, Follon dll? Lalu maumu seperti apa, jika tak mau jadi seperti mereka?
***

Rabu, 19 Maret 2014

Tergantung Lucu

Saat kepenantan mulai menghantui, biasanya saya memutuskan untuk jalan-jalan. Entah itu hanya keliling daerah saya atau pergi ke sebuah acara. Dan akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Jakarta Book Fair, niatnya murni jalan-jalan tidak ada satu pun keinginan untuk membeli buku, tapi percayalah, akhirnya niat saya pun runtuh dan membeli kumpulan cerpen kompas yang berisi lima buku. Diskon buku sungguh sangat menggiurkan daripada diskon baju atau barang lainnya. 

Di sana saya menonton talkshow-nya Pidi Baiq, sebelumnya saya hanya tahu beliau dari tweet-tweetnya saja yang isinya menjawab pertanyaan-pertanyaan followersnya, kadang lucu, bijak dan nggak jelas.

Logatnya seperti orang batak tetangga saya, tapi ternyata beliau orang bandung. Ah betapa suara bisa menipu. Talkshow-nya seru dan tidak membosankan, celoteh-celoteh yang keluar dari mulutnya lucu namun berisi dan memotivasi. Canda-candaanya menyindir dan cerdas, tidak seperti lawak-lawakan di TV yang menyakiti hati. Menjelek-jelekan kekurangan orang lain.

Sabtu, 15 Maret 2014

Bertanya Tentang Siapa

Kita sering bertanya,"siapa kelak yang akan mendampingiku di saat suka maupun duka?"

Bertanya boleh saja, tapi tak perlu terlalu banyak kadarnya, jalani saja sampai tiba waktunya. Entah dengan ia yang kita inginkan atau dia yang menginginkan kita. Mungkin seperti itu nanti jalan ceritanya. Kita tak bisa menduga-duga masa depan akan seperti apa, baik-baik saja atau penuh cobaan yang membuat pusing kepala atau bahkan kehilangan nyawa.

Tapi seperti yang kita tahu, hidup yang baik adalah hidup yang dijalani bukan yang dipertanyakan ini dan itunya. Sekali lagi, bertanya boleh saja asal tak berlebihan, bukankah kita malas jika orang banyak bertanya tentang hidup yang kita jalani?

Selasa, 11 Maret 2014

Pertanyaan-Pertanyaan Soal Masa Depan

Kapan lahir?
Kapan bisa jalan?
Kapan bisa berlari?
Kapan sekolah?
Kapan kuliah?
Kapan lulus?
Kapan kerja?
Kapan punya rumah?
Kapan punya motor?
Kapan punya mobil?
Kapan nikah?
Kapan punya anak?
Atau ada pertanyaan yang lain lagi?

Minggu, 09 Maret 2014

Buku

Apa yang terlintas dipikiranmu ketika mendengar kata "buku"?

Meski terlambat mengenalnya, saya sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk menyukai akfifitas yang buat sebagian orang membuang-buang waktu. Ya, anggapan saya dulu begitu, saya menganggap aktifitas membaca adalah sia-sia, membuang-buang waktu tanpa ada manfaatnya. Yang beranggapan begitu adalah orang-orang yang merugi. Termasuk saya yang dulu.


Padahal di dalam buku ada banyak hal yang bisa membayar waktu yang terbuang. Seperti pengetahuan serta wawasan. Buku adalah gerbang, di mana saya bisa melihat dunia dan belajar dari sana. Apa iya bisa melihat dunia hanya dengan membaca buku? Bukankah hanya sekadar kata-kata saja? Lalu pelajaran apa yang kau dapat dari membaca buku?

Sabtu, 08 Maret 2014

Kritik Menggelitik

Dalam berkarya, entah apapun karya yang dihasilkan, akan selalu ada kritik dan pujian. Tak bisa dipungkiri keduanya berjalan beriringan. Seiring berjalannya waktu, kritik tumbuh jadi kata yang negatif konotasinya. Kita seolah digiring untuk mempercayai bahwa kritik adalah sebuah kata negatif—yang tak perlu dihiraukan. Seperti yang kita tanamkan pula, kritik lebih sering kita anggap hanya untuk menjatuhkan, ketimbang membangun. Padahal jika menelisik lebih jauh, di dalam kritik ada kepedulian. Sebuah kritik, bisa mengajak pembuat karya agar merenungkan apa yang ada dalam kritik tersebut dan membangun karya yang lebih baik lagi dari karya yang sudah ada.

Sering kali kita tak bisa membedakan antara sebuah kritik dan caci maki. Kritik dibangun atas dasar keresahan penikmat karya akan sebuah hasil karya. Sedangkan caci maki, sama sekali tak perlu dihiraukan lebih lanjut. Karena tak ada yang berisi dan bermanfaat kecuali kebencian. Memang untuk mengkritik sesuatu harus punya dasar yang kuat atau keimuan atas kritik yang dibuat. Tapi mungkin ikut tugasnya kritikus. Memang jalur mereka di sana. Sebagai penikmat kadang kritiknya biasa saja, tapi bukan berarti tak layak dipertimbangkan.

Jumat, 07 Maret 2014

Bukan Pencerita Yang Baik

Di sebuah ruangan ada kejadian—yang mungkin biasa buat sebagian orang, namun luar biasa mengagetkan buat sebagian orang lagi. Yaitu pembicaraan dua orang yang sedang bertransaksi, suap menyuap antar politisi. Di ruangan lain, ada lagi pembicaraan yang sama, yang ini pengusaha dan penguasa negeri. Mungkin kau mendengarnya, namun memilih untuk menyimpannya dalam hati.  Aku melangkahkan kaki keluar rumah itu, dan mendapati seorang anak sedang menangis karena belum makan beberapa hari ini. Ibunya tak ada uang untuk membelikan makanan, sedangkan ayahnya sudah lama tak pulang. Mereka hidup serba kekurangan. Tak ada bantuan yang datang. Kulangkahkan kaki menuju jalan besar. Seorang pengendara motor sedang bertransaksi dengan oknum polisi lalu lintas. Kau tahu, uang 50-100rb masuk ke kantongnya.

Ini semua hanya karanganku saja, saat menuliskannya. Tapi bukan hal yang mustahil terjadi. Seperti yang kita tahu, setiap hari hal-hal tersebut terus terjadi. Mungkin kita kurang peka jika tak dapat melihatnya. Atau mungkin tak mau dipusingkan olehnya. Tapi ketika kau mengalaminnya, kau akan tahu rasanya. Aku harap kau tak melakukannya. Seperti yang kau tahu perbuatan itu tak ada baiknya sedikitpun. Jadi untuk apa mencobanya jika tak terselip kebaikan di sana.

Senin, 03 Maret 2014

Kepo Itu ...

"Kepo". Sebuah kata yang, entah dibangun dari mana, selalu bernada negatif. Tak peduli maksud dan tujuannya. Ketika seseorang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Orang tersebut disebut kepo. Begitu cap yang ada dikalangan anak muda—bahkan mungkin orang tua—saat ini. Contohnya, si A bertanya banyak hal tentang masalah yang dihadapi si C. Si A dibilang kepo, padahal bisa jadi ia peduli cuma caranya saja yang mungkin salah.

Seorang perempuan mencari-cari tahu soal gebetannya, baik dari mulut ke mulut mau pun aktivitas lelaki tersebut di media sosial dan nyata. Ia dibilang kepo, padahal bisa jadi memang iya, haha. Jadi sebenarnya kepo tuh apa? Apa benar dia selalu bernada negatif? 

Menurut definisi saya, kepo adalah suatu keadaan di mana seseorang mempunyai rasa kepedulian yang berlebihan terhadap sesuatu atau banyak hal yang menarik perhatiannya. Namun, sering kali ia tak bisa mengontrolnya, sehingga berujung jadi negatif. Salah satunya kepengin tahu saja urusan orang lain.


Minggu, 02 Maret 2014

Kuis Hunter

Membicarakan media sosial pasti kita akan membicarakan banyak hal. Tak perlu kita bahas banyak hal tersebut, karena sudah pasti akan panjang jadinya. Karena hampir semua issue ada di sana, dari issue biasa sampai issue spesial tersedia dengan gratis. Tergantung kita ingin menikmati yang mana.

Beberapa hari yang lalu saya iseng menelusuri—bukan hanya sekadar menelusuri, tapi mencoba jadi seperti mereka, dan alhamdulillah dapat 2 buku haha—sebuah fenomena di media sosial. Sebenarnya bukan fenomena baru, karena saya menemukan yang semacam ini sejak tahun 2010, di mana twitter sudah jadi kekuatan baru di negeri ini, fenomena tersebut adalah hadirnya "kuis hunter". Saya nggak akan bahas buzzer di sini, mungkin di lain tulisan. Dan ini opini pribadi, jadi jika ada yang lebih tahu silakan dibagi.

Sabtu, 01 Februari 2014

Bicara Pendidikan Dari Kacamata Awam

Tiga atau empat tahun lalu kami masih duduk di bangku sekolah, pagi-pagi sekali kami harus berangkat. Mata yang masih mengantuk dan tubuh yang masih lemas, dipaksa untuk berjalan ke kamar mandi lalu berangkat sekolah. Tujuan kami cuma satu, mencari kesenangan tanpa tahu ke depan kami mau jadi apa. Banyangan masa depan seolah samar-samar tak mau menampakkan dirinya. Tapi ketika sampai di sekolah kesenangan itu sering terusik dengan ketakutan yang mendalam, kami benci guru-guru yang kejam, galak dan sering membentak ketika kami tak mampu melakukan yang mereka mau, kami hanya diajarkan menghapal, tidak diajarkan agar mengerti. Belum lagi ujian demi ujian yang membuat kami pusing.
Tempat yang sering kami sebut sekolah menjadi tempat di mana kami pertama kali mengenal berbagai macam kata-kata kotor, umpatan, dan makian. Hampir semua guru menyebut kami anak-anak tak berguna, mereka bilang kami anak-anak bodoh yang tak bisa mengerti arti pendidikan. Kami sebenarnya tahu, tapi kami memilih diam. Kami tahu pendidikan itu penting, tapi kami tidak mau didik dengan cara yang seperti mereka lakukan pada kami. Melawan kami tak mampu, akhirnya kami tumpahkan kekesalan kami pada sekolah dan seluruh isinya—yang sering kami anggap tempat menimba ilmu namun lebih kami kenal sebagai tempat penyiksaan pikiran—dengan tawuran di jalan, minum-minuman keras, pakai narkoba, segala macamnya kami coba. Kami merayakan kebebasan dengan menyaksikan gambar-gambar, serta video-video yang menampilkan orang-orang telanjang di dalamnya. Kami merasa senang ketika melakukannya, meskipun bayang-bayang amarah orang tua dan penghuni sekolah menghantui kami.

Jumat, 31 Januari 2014

Apa yang Saya Tulis Ketika Saya Ditanya "Apa Resolusimu?"

Waktu berlalu begitu cepat, yang hanya diam pasti akan tertingal. Banyak hal yang terlewat karena waktu yang ada hanya terbuang sia-sia. Tahun 2013 sudah pergi sekarang saya berada di akhir bulan januari 2014, ternyata saya belum membuat resolusi. Sebenarnya resolusi itu apa? Entahlah, saya belum pernah membuatnya hehe. Tapi dari pada sekadar membuat apa yang ingin saya capai di 2014, mungkin saya akan membuat daftar apa yang ingin saya kerjakan saja. Sering kali resolusi hanya jadi mimpi yang terkubur sepi tanpa adanya eksekusi.  Ini bukan Karena saya takut bermimpi. Bukan. Soal bermimpi saya jagonya. Tapi untuk mencapai mimpi itu yang terpenting adalah bergerak untuk mencapainya, bukan hanya bermimpi tanpa adanya aksi nyata. Dan itu yang belum bisa saya lakukan dengan baik, sering kali saya jatuh pada lubang yang sama, yaitu “Kemalasan”. Maka dari itu saya membuat catatan ini sebagai pengingat bahwa ini yang harus saya kerjakan.

Pertama, tanpa disadari kita (baca: saya)  sering kali terbuai dengan dunia beserta isinya, dan melupakan yang maha kuasa pemilik segalanya. Mengejar dunia dan melupakan ia yang menciptakan kita. Hasilnya berkarya mati-matian, ibadah sekenanya saja. Kualitas diri terus berkembang, kualitas ibadah makin menurun. Yang paling parah adalah jika keduanya menurun. Saya menyadari itu semua, maka jalan satu-satunya adalah dengan mendisiplinkan diri dan memanajemen waktu sebaik mungkin, dengan mengutamakan ibadah dari pekerjaan yang lain. Setelah menunaikan yang wajib, baru kembali berkarya.

Senin, 27 Januari 2014

Banyak Jalan Menuju Pulau Onrust

Siapa bilang sulit mencapai Pulau Onrust?, ternyata mudah dan murah, karena disamping lokasinya yang tidak terlalu jauh dari pusat kota Jakarta, juga tersedia beberapa pilihan moda transportasi untuk mengunjungi Pulau Onrus, P.Cipir, P.Kelor dan P.Bidadari. Bagi yang berkocek tebal bisa berangkat dari Pelabuhan Marina Ancol dengan kapal mesin paket kunjungan P.Bidadari, dg tambahan singgah di P.Onrust maupun Cipir. Bagi yang senang sedikit petualangan dapat berangkat dari pelabuhan Kamal dengan carter perahun nelayan bermesin tempel kapasitas 20 orang dengan tarif perhari tidak lebih dari 400 rb rupiah. Untuk menghindari angin dan ombak yang besar, seyogyanya berangkat dari Kamal tidak melebihi jam 08.00 pg, dan pulang dari kawasan Onrust tidak lebih dari jam 15.00 siang.
Tempat pemberangkatan lain adalah Pelabuhan Angke, dengan kapal motor yang melayani trayek untuk penumpang dari dermaga Angke ke gugusan Kepulauan Seribu yakni Pulau Karya, P.Pramuka, P.Untungjawa, P.Tidung dll, yang melewati P.Onrust. Waktu penyeberangan laut yang dibutuhkan dari 3 lokasi tersebut berkisar antara 30 sd 45 menit, gak lama kan???. Jadi tunggu apalagi?, ajak teman-teman untuk rame-rame menikmati pemandangan laut lepas yang indah sambil mengenali Benda-Benda Cagar Budaya yang memiliki nilai sejarah yang tinggi di Pulau Onrust, tapi jangan lupa beli ticket masuk yang relatif murah. Ok, selamat berkunjung.

*Tulisan di ambil dari http://pulauonrust.wordpress.com/

***

Minggu, 12 Januari 2014

Menjawab

Saya mendapatkan 20 pertanyaan dari dua orang teman saya, yang kebetulan tinggal di satu pulau bernama Sulawesi. Yaitu, Kak Dhila dan Mas Kak Dhani. Dan satu lagi dari duta nyasar Jakarta, yaitu Mbak Bang Olih.

Sebenarnya saya tidak begitu tahu ini apa? Ini program apa? saya malah menduganya ini sejenis situs / aplikasi yang sedang digemari anak abg zaman sekarang, yaitu ask fm. Ternyata bukan, ini namanya Liebster Blog Award. Apa si Liebster Blog Award itu? Ini menurut kak Dhani: Liebster Blog Award adalah sebuah event sedang marak di anak-anak BBI (Blog Buku Indonesia), sebuah even tentang buku dimana ada sepuluh pertanyaan yang harus kita jawab, kemudian kita diwajibkan membeberkan sepuluh fakta acak tentang diri kita dan kemudian memberikan sepuluh pertanyaan lagi kepada sepuluh blogger lainnya.

Kamis, 05 Desember 2013

Tumbuh di Lingkungan Negatif

Malam demi malam lebih sering saya lawati sendiri. Di dalam kamar yang sepi, saya hanya di temani pekerjaan yang selalu menunggu untuk di kerjakan. Kalau bosan menghampiri, saya selingi dengan membaca buku atau berselancar di internet. Pergaulan di luar rumah tak seramah mata memandang. Yang terlihat tenang di depan tenang, dibelakang lintingan ganja di bakar, wanginya mengepung pernapasan. Obat-obatan terlarang masuk ke tubuh tanpa perlawanan, lem aibon melenggang masuk ke dalam tubuh dengan nyaman, jarum suntik menusuk tangan, menenangkan katanya. Belum lagi yang menghabiskan malamnya dengan sex bebas.

Bergaul untuk saling mengenal, bukanlah untuk merusak. Berinteraksi  tanpa harus adu mulut, bersosialisasi tapi tak wajib mengikuti arus. Setidaknya ada jarak antara baik dan buruk. Bertegur sapa tidak pernah lepas, selama raga masih bisa bertemu.  Tidak ada keharusan menemani mengobrol sambil minum alkohol. Itu semua pilihan mereka, pilihan saya tak mengikutinya. Walaupun begitu kita tetap berteman baik. Pergaulan yang sehat lebih menyenangkan ketimbang pergaulan yang sakit—merusak tubuh.
  
Malam yang gelap dilukis dengan tawuran di jalan, entah sudah berapa nyawa yang hilang, dan tak tahu sudah berapa banyak korban yang terluka. Tawuran selalu membawa duka ketimbang suka. Permasalahannya yang diributkan kadang sepele, namun dibesar-besarkan. Berawal masalah anak-anak kecil, lalu abg-abgnya turun tangan. Jika kalah, orang dewasanya ikut membantu, tak jarang orang tuapun bukan menengahi malah ikut bergabung. Ya semua berlangsung turun temurun dari saya kecil hingga saat ini.