Sabtu, 08 Maret 2014

Kritik Menggelitik

Dalam berkarya, entah apapun karya yang dihasilkan, akan selalu ada kritik dan pujian. Tak bisa dipungkiri keduanya berjalan beriringan. Seiring berjalannya waktu, kritik tumbuh jadi kata yang negatif konotasinya. Kita seolah digiring untuk mempercayai bahwa kritik adalah sebuah kata negatif—yang tak perlu dihiraukan. Seperti yang kita tanamkan pula, kritik lebih sering kita anggap hanya untuk menjatuhkan, ketimbang membangun. Padahal jika menelisik lebih jauh, di dalam kritik ada kepedulian. Sebuah kritik, bisa mengajak pembuat karya agar merenungkan apa yang ada dalam kritik tersebut dan membangun karya yang lebih baik lagi dari karya yang sudah ada.

Sering kali kita tak bisa membedakan antara sebuah kritik dan caci maki. Kritik dibangun atas dasar keresahan penikmat karya akan sebuah hasil karya. Sedangkan caci maki, sama sekali tak perlu dihiraukan lebih lanjut. Karena tak ada yang berisi dan bermanfaat kecuali kebencian. Memang untuk mengkritik sesuatu harus punya dasar yang kuat atau keimuan atas kritik yang dibuat. Tapi mungkin ikut tugasnya kritikus. Memang jalur mereka di sana. Sebagai penikmat kadang kritiknya biasa saja, tapi bukan berarti tak layak dipertimbangkan.


Kita melahirkan sebuah karya tentu dengan berbagai kekurangan. Meski kita mengklaim karya kita sempurna pasti akan selalu ada yang terlewatkan oleh mata kita. Dan mata orang lainlah yang melihatnya. Kita bisa mengambil hal-hal yang baik dari sebuah krikik untuk karya kita. Itu masukan yang gratis adanya untuk perkembangan karya kita ke depan.

setidaknya yang saya tulis di atas adalah yang saya pegang sebagai pemula. Tapi nampaknya saya harus membuka mata lebih lebar lagi. Dan berjalan lebih jauh lagi untuk melihat sudut pandang yang berbeda. Sebagai pemula saya selalu mengambil sisi positif dari sebuah kritik. Sekeras apapun kritik tersebut. Sekencang apapun kata-kata yang menghantam hati dan pikiran. Saya terima sekuat tenaga. Kecuali caci maki, sudah pasti saya buang jauh-jauh, Karena jika memedulikannya hanya akan membuang-buang waktu saja.

Saya mungkin bisa seperti itu. Tapi di seberang sana, tak semua bisa menerima kritik dengan perasaan tenang. Meski itu kritik membangun sekali pun. Saya mungkin bisa kuat seperti batu dalam menerima
kritikan, namun bukan tidak mungkin bisa hancur jika terus menerus dihantam palu. Tapi karena tiap orang berbeda-beda saya tak bisa menuntut semua bisa jadi sama. Saya paham pasti ada yang tak kuat mendapat kritikan, apalagi pemula seperti saya yang masih labil adanya. Yang bahaya jika pemula berhenti berkarya pada saat itu juga pada saat itu juga jika tak cepat-cepat dibangunkan.

Ini sebuah kesalahan besar jika saya yang melakukan. Saya kadang suka lepas dari kontrol diri, karena saya juga pemula yang mencoba saling membangun kekuatan dari belajar mengkritik karya orang yang memeng ia memintanya. Tanpa bermaksud untuk menjatuhkan.

Poin yang saya pelajari, ketika berniat membangun—memberi masukan. Kata-kata harus santun. Dan sehalus mungkin. Yang seperti ini mungkin akan lebih nyaman dan mudah diterima, ketimbang kritik yang keras adanya, Memang sebagai pemula yang perlu kita lalukan adalah menutup rapat-rapat telinga dari suara-suara yang menusuk dada. Dan menutup mata dari kata-kata yang menghancurkam semangat yang membara. Tapi sesekali kita musti mendengar dan melihat agar kita bisa belajar.

Tidak bisa juga menutup rapat-rapat celah, bahwa pujian adalah hal yang menyenangkan. Karena ia bisa pula menyerang dengan sembunyi-sembunyi dengan . ia bisa membawa kita terbang tinggi lalu menjatuhkan lagi lebih sakit dan tak mampu bangun lagi. Pujian dan kritik bagai dua mata pisau, bisa bermanfaat untuk membantu pekerjaan rumah tangga, bisa pula menikam tanpa aba-aba.


Hei, kawan ayo bangun dan belajar bersama. Kita berkarya agar kita tetap ada, karena menyenangkan semua orang bukan tugas kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)