Jumat, 21 Maret 2014

Pertanyaan-Pertanyaan Soal Masa Depan 2

Si Fulan si enak udah kerja, nanti lulus tinggal ngelanjutin kerjanya. Si Falan udah punya rumah padahal masih bujangan. Si Fillan enak sekarang, udah jadi direktur, punya mobil, apatemen, rumah dan hidupnya bahagia. Si Follon sekarang udah PNS, udah enaklah hidupnya.

Kamu kapan bisa jadi seperti mereka? Kenapa nggak mau ngikutin jejak si Fullan, Fillan, Follon dll? Lalu maumu seperti apa, jika tak mau jadi seperti mereka?
***

Ini semacam lanjutan dari pertanyaan-pertanyaan soal masa depan. Menjawab pertanyaan semacam ini sama saja dengan memberi ruang pengharapan yang besar untuk si penanya. Mereka akan terus bertanya, bahkan tak akan bosan menuntutnya. Hari ini besok atau mungkin sampai darah dan napas berhenti pertanyaan itu akan terus ada.


Setiap ada yang bertanya seperti itu ada tiga jawaban yang saya punya. Tapi akan saya pakai salah satunya saja.

1. Saya akan bilang begini: Suka-suka saya mau jadi apa. Apa urusanmu begitu peduli pada hidup saya? Yang menjalani hidup kan saya. Jadi biarkan saya yang mengurus hidup saya.

Saya yakin setelah memberikan jawaban seperti itu, saya akan ditinggalkan, atau lebih parahnya digampar. Terlebih jika itu orangtua saya. Bisa-bisa saya tak dianggap lagi jadi anak.

2. Manusia kan berbeda-beda, jalan yang ditempuh pun tak mungkin sama. Seandainya sama sudah pasti ada perbedaannya, tak mungkinlah sama semuanya. Saya akan berikan yang terbaik untuk semua.
Jawaban seperti ini hanya akan menimbulkan masalah di hari depan. Bagaimana harapan demi harapan tumbuh subur di setiap kata. Dan mereka akan menuntutnya di masa depan. Jika gagal, bisa-bisa saya yang dipenggal, mungkin terlalu berat kalau dipenggal. Setidaknya dicap manusia omong kosong. Cuma pintar ngomong tak bisa membuktikan.

3. Tersenyum.

ini yang akan saya lakukan. Ya, semudah itu. Saya tak harus mengucapkan sepatah kata pun. Saya rasa ini jawaban yang paling menenangkan siapapun. Jika mereka merasa saya mengambangkan pertanyaan dan mulai bertanya lagi.

"Kok senyum aja? Jawab dong!”

Saya akan tersenyum kembali.

“Kau sudah gila, ya? Aku kan bertanya, kenapa kau malah senyum-senyum saja.”

Lalu mereka mulai mengumbarnya kepada orang-orang, "itu tuh si A, anak muda tak punya masa depan! Entah mau jadi apa!”


Menanggapi semuanya hanya akan menimbulkan masalah-masalah baru. Ada banyak cara menjawabnya. Tersenyum adalah pilihan terbaik. Senyuman tak berarti gila, apalagi tak punya masa depan, saya hanya malas menjawabnya saja. Padahal kalau mau menelisik lebih dalam, dari senyuman kita bisa temukan banyak makna. Selain gila dan tak punya masa depan tersebut, akan ada kerja nyata untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Pertanyaan-pertanyaan soal masa depan dari mereka menjadi semangat. Saya anggap sebagai amunisi untuk bertempur di masa depan. Jadi teruslah bertanya, sebab semua pertanyaan itu akan saya simpan dan buktikan dengan senyuman bahwa saya mampu melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)