Senin, 31 Maret 2014

Lahan Subur yang Harus Dimusnahkan

Ketika ramai-ramai berita soal kasus bullying di zaman serba cepat ini. Di mana kasusnya pun cukup beragam, mulai dari kasus yang terjadi di dunia nyata sampai di dunia maya. Yang parahnya lagi, tak tanggung-tanggung hingga memakan korban nyawa, mereka yang tak kuat akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Semua kasus bullying biasanya berawal dari perbuatan yang tidak menyenangkan. Di mulai dari ejekan—menyerang lewat kata-kata—hingga pukulan.

Beban yang ditanggung korban bullying tak secetek kolam renang anak-anak, yang apa bila orang dewasa berdiri di sana hanya sebetis atau sedengkulnya saja. Tapi lebih dari itu, bayangkan anak-anak yang tak bisa berenang terjun atau melompat ke kolam renang khusus orang dewasa. Apa yang terjadi? Jika ada yang menolong ia bisa selamat. Jika tidak? Entah apa yang akan terjadi.

Menolong di sini dibagi menjadi dua, pertama diri sendiri yang menolong, kedua ditolong orang lain. Ketika terus menerus dibully, kondisi pikirannya akan berantakan, seolah dunia tak adil, mengapa dia yang arus menerima ini dan itunya. Saat benar-benar rapuh, jika tak mampu berdiri sendiri korban bullying bisa jatuh ke jurang yang dalam, yang akan berakhir stres atau yang terparah seperti yang di atas—bunuh diri. Menolong diri sendiri di sini adalah ketika orang tersebut mampu bertahan dalam keadaan tersebut dan bangkit untuk sebuah pencapaian yang dan mampu membungkam mulut-mulut yang melecehkan. Untuk yang ditolong orang lain, biasanya karena orang tersebut sudah tak mampu untuk bertahan dan tak kuat untuk bangkit, sehingga butuh dorongan dari orang lain agar ia bisa kembali berdiri dan meraih apa yang dia inginkan.

Peran aktif orangtua dalam hal ini sangat diperlukan, sebab tak jarang orangtua malah menyalahkan perubahan sikap pada anaknya, dengan menuduh ini dan itu, sehingga anak pun enggan bercerita apa yang terjadi pada dirinya. Ketika orangtua menyadari perubahan pada diri anak yang tadinya ceria jadi pendiam, atau yang tadinya aktif jadi pemurung. Orangtua harus mengambil langkah cepat, misal dengan mendekatinya, mengajak bicara baik-baik dan menyelesaikan masalahnya sampai tuntas, sehingga ke depannya sang anak tak lagi perlu merasa tertekan yang berdampak pada dirinya di masa depan. 

Saya sendiri termasuk korban bullying. Itu sebabnya dari SD, SMP, SMK, dan bahkan mungkin sampai sekarang, saya jadi orang yang cukup pendiam dan tak banyak bicara. Cukup menyiksa, karena nggak bisa berbuat apa-apa, tak berani melawan. Saya jadi orang yang tertutup. Diam. Dan lebih senang menyendiri. Saya lebih suka menyimpan apa-apa sendirian. Segala beban saya tampung tanpa di keluarkan. Maka dari itu, jika sesekali melihat saya lebih cerewet atau lebih mendominasi di sebuah forum obrolan, mungkin itu adalah salah satu cara saya melepaskan beban yang sudah terlalu lama menumpuk.

Perjalanan mengajarkan banyak hal dan akhirnya saya sadar ada banyak cara untuk melepaskan kekesalan akan omongan atau tindakan orang lain yang kurang menyenangkan. Salah satunya dengan menulis. Saya mulai belajar untuk terbuka. Dari menulis saya mendapatkan ketenangan tersendiri, karena saya bebas menuangkan apa saja yang saya rasakan tanpa harus mendengarkan omongan orang yang tidak mengenakan. Saya tak harus bunuh diri karena tak kuat menanggung beban. Ada lahan yang bisa digarap untuk menuangkan kegelisahan yang ada dalam pikiran.

Menulis dan membaca adalah teman saya dalam sepi. Saya bisa punya banyak teman dari tokoh-tokoh yang memainkan peran di buku-buku fiksi. Sebab di keramaian dunia nyata saya tak punya banyak teman. Mungkin bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah teman saya. Karena efek bullying yang saya terima tersebut, yang membuat saya jadi pendiam dan tak mau terbuka untuk mengenal orang lain. Tak bisa dipungkiri sekolah adalah lahan bullying yang subur, banyak petani yang menggarap sawah dengan perkataan-perkataan serta perbuatan yang tidak menyenangkan di sana. Yang berdampak pada kelangsungan hidup seseorang ke depannya.

Saya sedikit mulai berubah ketika beranjak kuliah, memberanikan diri mengenal dunia luar yang tak pernah saya sentuh. Pergi ke tempat-tempat yang jauh yang belum pernah saya sentuh. Berkenalan dengan orang-orang yang sama sekali tak pernah saya temui. Ya, menemukan dunia baru membuat saya tahu di luar ada hal-hal lain yang perlu untuk disalami.

Sayang saya menemukan semua itu terlambat. Tapi tidak apa-apa, karena sebenarnya tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang baik. Buat siapapun korban bullying atau yang pernah jadi korban di luar sana, kalian nggak sendirian, karena banyak sekali yang merasakan. Dan kalian harus bertahan, bangkit, berjuang dan jangan menyerah dengan keadaan. Sebab dunia terus berubah dan kita tak boleh begini-begini saja. Yang perlu diketahui pula, bagi siapa saja, perkataan serta perbuatan yang kita lakukan akan terus terekam baik di dalam pikiran seseorang, ketika hati atau fisik dilukai. Dan berdampak tak baik untuk orang tersebut di hari ini atau hari depan. Yang kuat ia bisa bangkit, yang tak kuat ia bisa sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)