Saya terus menjalani hidup meski tak tahu akan ke mana. Tujuan
tak ada, apalagi cita-cita. Kesukaan terus berganti. Dari ini dan itu tak ada yang
pasti. Ketika sukses berjualan, berbangga hati dengan bilang "ini jalan saya, dan saya harus
bertahan di sini". Ternyata kebanggan itu tak bertahan lama. Cita-cita jadi
pengusaha kandas begitu saja ketika bangkrut habis-habisan tanpa tersisa.
Saya mulai bertanya lagi pada apa yang saya jalani, "ini kah jalan yang benar?" Saya tak menyalahkan keadaan, apalagi takdir. Sudah begitu jalannya. Tinggal bagaimana saya menjalankannya. Dari lubuk hati masih tersimpan keinginan menjadi pengusaha, ya setidaknya punya usaha sendiri untuk tetap hidup. Mungkin tipe orang seperti saya tak pantas kerja kantoran, memakai kemeja dan dasi yang rapi. Lebih senang memakai kaos dan celana jeans.
Di perjalanan, siapa yang tahu kesukaan bertambah. Ketika saya ditanya ingin jadi apa? Seperti biasa saya tak ingin menjawabnya. Cukup tersenyum dan semua berhenti bertanya. Tapi di dalam hati saya menjawab bahwa aku ingin menjadi penulis. Ternyata setelah dijalani, jalan ini lebih melelahkan ketimbang jalan sebelumnya. Saya harus belajar banyak soal bagaimana menulis yang baik, berbagai macam hal dalam pelajaran Bahasa Indonesia yang dulu saya abaikan kini harus dipelajari kembali, dan yang paling utama saya terus membaca banyak buku. Jalan ini lebih keras dari apa yang saya bayangkan.
Di mana saya harus berjuang untuk bisa menghasilkan tulisan yang baik. Dan itu tak
sekali jadi. Menulis cerpen mungkin bisa sekali duduk kelar, tapi untuk
menghasilkan tulisan yang bagus tak bisa sekali lihat selesai. Saya harus
mengatur ini dan itunya agar terlihat baik.
Seperti saat cerpen horor saya diterima sebuah penerbit, saya merasa sangat benci
ketika seorang teman bilang ini harus diubah, ini harus diganti dan lain
sebagainya. Dan itu saya lakukan berhari-hari. Melelahkan sekali. dan saya ingin
berhenti saja, jadi penulis itu melelahkan, dan tak membuahkan banyak
penghasilan. Tapi setelah tulisan saya selesai, saya ingin berterima kasih padanya,
selain tulisan saya menjadi lebih baik, ada pelajaran di sana, bahwa ke depan
jalannya lebih berat lagi. Saya sudah tak memedulikan lagi soal uang dari hasil
tulisan saya waktu itu, karena saya senang melakukannya, uang jadi sekadar bonus
saja. Tak perlu membahas soal royalti, itu bisa dicari tahu sendiri atau ada
orang lain yang membicarakannya, Tapi yang perlu diketahui, penghasilan penulis
tak banyak adanya. Hanya 10% dari hasil penjualan buku.
Ketika puluhan cerpen yang saya kirim ke media belum satu pun
yang diterbitkan. Atau berkali-kali ikut lomba tapi tak kunjung menang juga. Saya tidak lagi merasa semua sia-sia. Ini adalah proses, di mana saya harus belajar
dan menjalaninya untuk sampai pada tahap-tahap selanjutnya. Menikmati proses
memang tak semudah menikmati makanan, butuh kesabaran dan rasa percaya semua
akan indah pada waktunya.
Saya harus pintar mengatur waktu, membagi kesukaan baru ini dengan berjualan untuk menghidupi diri. Saya tahu, ketika saya menginginkan semua, saya harus menjalani beberapa hal. Saya harus bertahan, konsisten dan menikmati prosesnya. Saya kira dalam hal apapun atau dalam profesi apapun membutuhkan semua itu.
Jalan sepi ini harus dilewati sendiri. Meski di perjalanan akan bertemu pejalan
lain. Mereka datang dan pergi. Menulis adalah tentang kesendirian--sendiri
melawan kemalasan dan berbagai alasan. Tekun menulis, belajar dan membaca tak
boleh berhenti. Jalan ini melelahkan tapi menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)