"Kepo".
Sebuah kata yang, entah dibangun dari mana, selalu bernada negatif. Tak peduli
maksud dan tujuannya. Ketika seseorang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Orang
tersebut disebut kepo. Begitu cap yang ada dikalangan anak muda—bahkan mungkin
orang tua—saat ini. Contohnya, si A bertanya banyak hal tentang masalah yang
dihadapi si C. Si A dibilang kepo, padahal bisa jadi ia peduli cuma caranya
saja yang mungkin salah.
Seorang
perempuan mencari-cari tahu soal gebetannya, baik dari mulut ke mulut mau pun aktivitas lelaki tersebut di media sosial dan nyata. Ia dibilang kepo, padahal
bisa jadi memang iya, haha. Jadi sebenarnya kepo tuh apa? Apa benar dia selalu
bernada negatif?
Menurut definisi saya, kepo adalah suatu keadaan di mana
seseorang mempunyai rasa kepedulian yang berlebihan terhadap sesuatu atau
banyak hal yang menarik perhatiannya. Namun, sering kali ia tak bisa mengontrolnya,
sehingga berujung jadi negatif. Salah satunya kepengin tahu saja urusan orang
lain.
Tanggapan
negatif tersebut hadir karena kebanyakan yang negatif tersebut lebih sering
terlihat. Salah satunya rasa ingin tahu yang berlebihan terhadap sesuatu yang
bukan urusannya. Padahal kepo tak selalu negatif. Kita tahu para peneliti,
bukan? Mereka orang paling kepo sedunia. Kerjaannya pengin tahu saja. Bedanya,
mereka kepo terhadap apa yang berguna, yaitu untuk mendapatkan sesuatu yang bermanfaat.
Seorang
marketing sebuah perusahaan pun sama, mereka dituntut untuk kepo, kalau tidak
kepo, ia tidak akan tahu perkembangan minat konsumen terhadap produk atau jasa
perusahaannya, ia membutuhkan riset mendalam tentang kemauan konsumen. Atau ketika
perusahaannya berniat mengeluarkan sebuah produk baru, mau tak mau mereka
diharuskan untuk riset. Riset is kepo.
Kepo bisa jadi positif atau negatif kembali dari cara orang tersebut mempergunakan waktunya dan ketertarikannya. Jika ingin jadi orang yang selalu tahu segala hal yang berhubungan dengan urusan orang lain. Psikolog atau Psikiater mungkin profesi cocok. Selain rasa ingin tahu akan hidup orang lain terpenuhi, bisa pula memberi solusi untuk hidup orang lain. Tidak hanya sekadar jadi hal negatif yang tak ada manfaatnya.
Kalau
tak punya cita-cita jadi keduanya, lebih baik tinggalkan saja rasa ingin tahu
yang hanya akan menghabiskan waktu. Karena diri sendiri butuh perhatian lebih
dari sekadar mengurusi urusan orang lain. Jika masih bersikeras ingin tahu
urusan orang lain, bisa dengan membantu mengurusi dhuafa sakit, anak yatim dan
mereka yang membutuhkan. Lebih nyata manfaatnya.
Kita
bisa menjadikan kepo sebagai sarana yang baik dalam meningkatkan taraf
pemikiran dan pengetahuan, yaitu kepo terhadap apa yang kita minati dan dapat
meningkatkan kemampuan yang kita miliki.
#CatatanBuatDiriSendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)