Malam demi malam lebih sering saya lawati sendiri. Di dalam
kamar yang sepi, saya hanya di temani pekerjaan yang selalu menunggu untuk di
kerjakan. Kalau bosan menghampiri, saya selingi dengan membaca buku atau
berselancar di internet. Pergaulan di luar rumah tak seramah mata memandang.
Yang terlihat tenang di depan tenang, dibelakang lintingan ganja di bakar,
wanginya mengepung pernapasan. Obat-obatan terlarang masuk ke tubuh tanpa
perlawanan, lem aibon melenggang masuk ke dalam tubuh dengan nyaman, jarum
suntik menusuk tangan, menenangkan katanya. Belum lagi yang menghabiskan
malamnya dengan sex bebas.
Bergaul untuk saling mengenal, bukanlah untuk merusak.
Berinteraksi tanpa harus adu mulut, bersosialisasi tapi tak wajib mengikuti
arus. Setidaknya ada jarak antara baik dan buruk. Bertegur sapa tidak pernah
lepas, selama raga masih bisa bertemu. Tidak ada keharusan menemani
mengobrol sambil minum alkohol. Itu semua pilihan mereka, pilihan saya tak
mengikutinya. Walaupun begitu kita tetap berteman baik. Pergaulan yang sehat
lebih menyenangkan ketimbang pergaulan yang sakit—merusak tubuh.
Malam yang gelap dilukis dengan tawuran di jalan, entah sudah
berapa nyawa yang hilang, dan tak tahu sudah berapa banyak korban yang terluka.
Tawuran selalu membawa duka ketimbang suka. Permasalahannya yang diributkan
kadang sepele, namun dibesar-besarkan. Berawal masalah anak-anak kecil, lalu
abg-abgnya turun tangan. Jika kalah, orang dewasanya ikut membantu, tak jarang
orang tuapun bukan menengahi malah ikut bergabung. Ya semua berlangsung turun
temurun dari saya kecil hingga saat ini.
Beda orang, beda kegiatan. Nggak selalu yang lahir di lingkungan
negatif akan jadi negatif. Beberapa minggu yang lalu ada seorang teman, dia
menanyakan di Facebook harga buku yang di dalamnya ada cerpen karya saya. Dia
berniat membelinya. Akhir kata kita malah bercerita banyak tentang aktifitas
masing-masing. Saya mengenal dia sejak lama, selain anak band dan juga
bisa ngerapp. Dia juga mengajar les music. Dan dia juga pandai bergaul.
Dulu kami sering menghabiskan malam bersama, sambil mengobrol
dan bernyanyi dengan diiringi petikan gitar. Saya sering memperhatikan
dia bermain gitar, karena sambil menyelam minum air—sambil mengobrol sambil
belajar. Dengan segudang aktifitasnya yang padat, dia masih sering juga
meluangkan waktunya untuk mengajar anak-anak yang tidak mampu di sebuah yayasan
(saya nggak tahu nama yayasannya). Selain itu, dia juga aktif di beberapa aksi
sosial dan komunitas. Ya, bisa di dibilang dari kecil dia memang anak yang
nakal, bergaulnya juga dengan mereka yang terlibat narkoba dan sering keluar
masuk penjara. Walaupun ikut duduk bareng dengan mereka yang sering
berpesta. Tapi dia tidak pernah mengikuti yang dilakukan teman-temannya.
Kalau mengajar anak- anak dia tak pernah mau dibayar, katanya:
“Saya si ikhlas kok kalau ngajar.” dia mengisi dompetnya dari ngeband,
akhir-akhir ini juga aktif di stand up comedy. Dia juga hobby menulis dan masih
banyak lagi aktifitasnya. Jadi biarpun berada di lingkungan yang berantakan
dalam banyak hal, dia tumbuh jadi manusia yang berguna untuk sesama.
Setiap orang punya pengalaman yang berharga, dan itu dapat kita
pelajari tanpa harus mengalami. Jangan melihat hanya dari luar tapi lihat juga
dalamnya. Dan percayalah pasti ada kebaikan walau dalam wadah yang buruk
sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)