Rabu, 09 April 2014

Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi

Judul Buku : Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : Galang Press
Tahun Terbit : 1995 (Cet. III, 2006)
Tebal : 220 Halaman
Dimensi : 125x185mm


Ketika kesenangan yang kita jalani dan menurut kita sama sekali tak mengganggu atau menyalahi aturan dibungkam oleh kepercayaan serta suara mayoritas yang menganggap itu meresahkan apa yang akan kita lakukan?

Membaca cerpen-cerpen Seno, buat saya menyenangkan, saya seperti diajak menonton sebuah film dan di dalamnya disuguhkan cerita-cerita yang seru. Penulis bercerita dengan bahasa yang ringan, sebab saya tak perlu menyeritkan dahi karena tak tahu apa gagasan yang akan penulisan sampaikan. Atau saya tak perlu pusing karena mengerti apa yang ia ceritakan. Yang bagi sebagian orang karya sastra adalah karya yang menggunakan gaya bahasa yang berat, maka di buku ini penulis tak mempersulit pembaca dengan sesuatu yang berat. Sebenarnya saya sendiri masih belum mengerti menyoal mana karya sastra dan mana karya popular. Biasanya saya hanya menilai dari nama penulisnya saja.

Tema yang penulis angkat juga tema-tema ringan, namun kadang (mungkin) berat, tapi dalam takaran yang masih mudah untuk dimengerti. Buku ini diawali dengan sebuah cerpen yang merupakan pengembangan dari sebuah skenario film yang ia tulis tahun 2001 dan ia buat jadi prosa tahun 2005. Sebelumnya cerpen Dilarang Menyanyi Di Kamar Mandi sendiri pernah ia tulis juga di tahun 1990. Dari kedua versi cerpen tersebut tak ada perubahan signifikan, hanya nama tokohnya berubah dan ada penambahan-penambahan konflik dan emosi dari tokoh-tokoh di dalamnya yang tentu saja menambah panjang ceritanya.

Cerpennya sendiri bercerita tentang seorang anak kos yang dilarang menyanyi saat mandi. Alasannya konyol, karena saat ia mandi ara suami akan berkumpul di tembok kamar mandi di gang tersebut dan membayangkan kemolekan tubuh gadis yang sedang mandi tersebut. Karena katanya suaranya menimbulkan bayang-bayang dipikiran suami-suami. Bagaimana imajinasi bisa membuat orang tak tahu diri.

Cerita yang ia hadirkan juga ada cerita sehari-hari yang mungkin kita temui atau alami sendiri. Di mana ada cerita seorang lelaki yang ketahuan selingkuh karena ada lipstik di celana dalamnya, istrinya marah besar. Dan akhirnya berdandan ala pelacur dan menggoda suaminya. Tentu tak hanya cerita ini saja, ada pula cerita-cerita lainnya.


Tentu yang saya suka dari Seno adalah cerita-cerita surealisnya. Apa yang ia ceritakan selalu menggelitik, lucu dan disertai kritik.  Seperti cerita seorang wanita bernama Elekra yang kehilangan bayangannya dan mengejarnya hingga ke negeri kegelapan. Sampai senja tiba ia belum balik juga. Keesokan harinya orang-orang ditinggal pergi bayangannya. Ada pula cerpen yang bercerita soal pesawat telepon yang terus bedering namun tak ada yang mau mengangkatnya, sampai gedng itu berganti fungsi beberapa kali, sampai peneleponnya pun berganti generasi dari kakek ke bapak hingga ke anaknuya telepon itu baru diangkat ternyata telepon dari rakyat kecil yang meminta keadilan namun malah dianggap orang gila. Dan juga cerita para wayang yang menyalahi pakem. Memindahkan segitiga emas ke negeri wayang. Dalang tak bisa berbuat apa-apa karena ia tak punya kuasa menyalahi kekuatan para dewa.


Terlepas dari bertebarannya typo dan hal-hal teknis lainnya. buku ini menyenangkan, menghibur dan banyak sindiran yang penulis sampaikan dihampir semua cerpennya, namun memang tidak gamblang diberitahu, tapi diselipkan lewat cerita yang mengalir. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)