Judul Buku : Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : Galang Press
Tahun Terbit : 1995 (Cet. III, 2006)
Tebal : 220 Halaman
Dimensi : 125x185mm
Ketika kesenangan yang
kita jalani dan menurut kita sama sekali tak mengganggu atau menyalahi aturan dibungkam
oleh kepercayaan serta suara mayoritas yang menganggap itu meresahkan apa yang
akan kita lakukan?
Membaca cerpen-cerpen
Seno, buat saya menyenangkan, saya seperti diajak menonton sebuah film dan di
dalamnya disuguhkan cerita-cerita yang seru. Penulis bercerita dengan bahasa
yang ringan, sebab saya tak perlu menyeritkan dahi karena tak tahu apa gagasan
yang akan penulisan sampaikan. Atau saya tak perlu pusing karena mengerti apa
yang ia ceritakan. Yang bagi sebagian orang karya sastra adalah karya yang
menggunakan gaya bahasa yang berat, maka di buku ini penulis tak mempersulit
pembaca dengan sesuatu yang berat. Sebenarnya saya sendiri masih belum mengerti
menyoal mana karya sastra dan mana karya popular. Biasanya saya hanya menilai
dari nama penulisnya saja.
Tema yang penulis angkat
juga tema-tema ringan, namun kadang (mungkin) berat, tapi dalam takaran yang
masih mudah untuk dimengerti. Buku ini diawali dengan sebuah cerpen yang
merupakan pengembangan dari sebuah skenario film yang ia tulis tahun 2001 dan
ia buat jadi prosa tahun 2005. Sebelumnya cerpen Dilarang Menyanyi Di Kamar
Mandi sendiri pernah ia tulis juga di tahun 1990. Dari kedua versi cerpen
tersebut tak ada perubahan signifikan, hanya nama tokohnya berubah dan ada
penambahan-penambahan konflik dan emosi dari tokoh-tokoh di dalamnya yang tentu
saja menambah panjang ceritanya.
Cerpennya sendiri
bercerita tentang seorang anak kos yang dilarang menyanyi saat mandi. Alasannya
konyol, karena saat ia mandi ara suami akan berkumpul di tembok kamar mandi di
gang tersebut dan membayangkan kemolekan tubuh gadis yang sedang mandi
tersebut. Karena katanya suaranya menimbulkan bayang-bayang dipikiran suami-suami.
Bagaimana imajinasi bisa membuat orang tak tahu diri.
Cerita yang ia hadirkan juga ada cerita sehari-hari yang mungkin kita temui
atau alami sendiri. Di mana ada cerita seorang lelaki yang ketahuan selingkuh
karena ada lipstik di celana dalamnya, istrinya marah besar. Dan akhirnya berdandan
ala pelacur dan menggoda suaminya. Tentu tak hanya cerita ini saja, ada pula
cerita-cerita lainnya.
Tentu yang saya suka
dari Seno adalah cerita-cerita surealisnya. Apa yang ia ceritakan selalu menggelitik,
lucu dan disertai kritik. Seperti cerita
seorang wanita bernama Elekra yang kehilangan bayangannya dan mengejarnya
hingga ke negeri kegelapan. Sampai senja tiba ia belum balik juga. Keesokan
harinya orang-orang ditinggal pergi bayangannya. Ada pula cerpen yang bercerita
soal pesawat telepon yang terus bedering namun tak ada yang mau mengangkatnya,
sampai gedng itu berganti fungsi beberapa kali, sampai peneleponnya pun
berganti generasi dari kakek ke bapak hingga ke anaknuya telepon itu baru
diangkat ternyata telepon dari rakyat kecil yang meminta keadilan namun malah
dianggap orang gila. Dan juga cerita para wayang yang menyalahi pakem. Memindahkan
segitiga emas ke negeri wayang. Dalang tak bisa berbuat apa-apa karena ia tak
punya kuasa menyalahi kekuatan para dewa.
Terlepas dari bertebarannya
typo dan hal-hal teknis lainnya. buku ini menyenangkan, menghibur dan banyak
sindiran yang penulis sampaikan dihampir semua cerpennya, namun memang tidak gamblang
diberitahu, tapi diselipkan lewat cerita yang mengalir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)