Judul: Alanna: The Song of the Lioness
Penulis: Tamora Pierce
Penerjemah: Leinofar Bahfein
Penerbit: Ufuk Fiction
Cetakan I, Mei 2012
Tebal: 312 halaman
ISBN: 978-602-9346-22-0
Sebelum memutuskan untuk
membaca buku ini, saya berpikir beberapa kali, alasannya sederha, saya belum
pernah membaca buku fantasi, membaca yang berhubungan dengan dunia nyata saja
kadang imajinasi tak bisa menampungnya. Apalagi membaca fantasi, yang secara
keseluruhan menciptakan dunia baru. Tapi bukan hal yang menyenangkan jika
wawasan saya harus dikurung hanya karena alasan itu. Akhirnya saya pun
membacanya.
Alanna sendiri bercerita
tentang seorang anak perempuan yang memiliki kembaran bernama Thom. Tapi
suatu hari ayah mereka, Alan of Trebond mengumumkan akan mengirimkan mereka berdua untuk belajar menjadi seorang kesatria dan seorang lady. Ayahnya akan mengirimkan Alanna menjadi lady, sedangkan Thom menjadi kesatria. Padahal keduanya sama sekali tidak tertarik dengan keinginan ayahnya. Mereka punya jalan masing-masing.
suatu hari ayah mereka, Alan of Trebond mengumumkan akan mengirimkan mereka berdua untuk belajar menjadi seorang kesatria dan seorang lady. Ayahnya akan mengirimkan Alanna menjadi lady, sedangkan Thom menjadi kesatria. Padahal keduanya sama sekali tidak tertarik dengan keinginan ayahnya. Mereka punya jalan masing-masing.
Atas dasar sama-sama tak ingin
diatur-atur, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk bertukar peran. Namun itu
baru awal cerita, masih ada hal-hal menarik lainnya yang Alanna alami selama
berada di istana tempat ia dilatih menjadi kesatria.
Secara ide, saya melihatnya
cukup menarik, meski bisa dibilang perjalanan Alanna nampak mudah sekali,
beberapa kali terganjal halangan bisa ia lewati begitu saja meski dilihatkan
sedikit kesulitan. Cara berceritanya pun
lancar-lancar saja, cuma penulis terlalu banyak menciptakan tokoh pembantu, sehingga sebagai pembaca saya sering bingung
ketika membacanya, ini siapa dan itu siapa, akhirnya saya harus mencari tahu
lagi ke belakang. Karena ingatan mudah terlupakan, dan keberadaannya tokoh-tokoh
yang hanya lewat itu mudah dilupakan pula. Namun kelebihannya, penggambaran
tokoh-tokoh inti dalam cerita ini begitu kuat.
Terasa menggelitik ketika pada suatu titik Alanna menjadi seperti
selayaknya remaja perempuan, Alanna
merasa aneh dengan perubahan dirinya, ia merasa sakit, sehingga bingung harus
bercerita pada siapa tentang penyakit anehnya, ternyata itu hanya kejadian yang
dialami perempuan pada umumnya, namun untuk seorang remaja yang baru
mengalaminya penulis berhasil menciptakan kepanikan di sana.
Sebagai pembaca buku fantasi yang baru saja bertualang, cerita
yang dihadirkan penulis buat saya cukup menarik dan ringan, mungkin karena
fantasi remaja. Hanya saja ada kejanggalan di sana-sininya. Yang mungkin untuk
pembaca yang rewel akan mempertanyakannya lebih dalam. Kenapa begini? Kenapa
begitu? Kok begini? Harusnya kan begitu?
Tapi setidaknya buat saya buku ini seperti gerbang,
pembuka jalan untuk saya mencoba berkenala lagi dengan membaca buku-buku
fantasi lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)