Mama selalu berkata, kalau
aku tak boleh merebut hak orang. Mamaku sangat juara untuk urusan ceramah
padaku. Banyak hal yang mama ajarkan padaku, termasuk tentang kejujuran. Mama
guru yang sangat cerdas yang pernah aku punya.
Namun,
semenjak ayah wafat. Mama terlalu senang dengan pekerjaannya. Sudah beberapa
bulan aku jarang bersamanya, mama selalu berangkat sebelum aku bangun dan
pulang saat aku sudah terlelap. Mama tak pernah pula mendongeng untukku,
bertanya tentang keadaanku, memelukku pun sudah tak pernah. Padahal dulu mama
sangat sayang padaku. Aku kangen sama mama yang dulu.
Saat aku
beranjak bangun, mama baru keluar kamar. Mama menuju ke arahku, tanpa
omongan apapun, mama langsung marah-marah, membentak-bentakku yang sedang
menonton TV. “Andro mengapa kau menonton TV? Mama tak suka kamu menonton TV. Tak
ada acara yang mengajarkan hal-hal bagus!”
“Sudah jangan membantah. Semua untuk masa depanmu!”
Mama
berubah, padahal dulu tak pernah melarangku menonton TV, aku senang menonton
mama dan papa, mereka dulu selalu nampak mesra. Namun sekarang mama sudah
berbeda, aku tak tahu apa yang membuatnya berubah. Yang aku tahu, sekarang opa
yang selalu bersamaku, yang selalu nampak sehat walau umurnya sudah tak muda, dan
uban pun sudah penuh.
Opa
mendekat dan mendekap erat tubuhku. “Kamu nggak boleh cengeng!”
Napasku
sesak, tersengut-sengut. Buatku, butuh waktu untuk tenang dan melupakan bentakan
mama. Opa terus mencoba menenangkanku. Mengelus-elus kepalaku dan mengecup
rambutku.
“Mau Es nggak?” tanya Opa.
Aku tak menjawab.
“Opa punya uang, bakal dapat Es banyak kalau kamu mau.” Bujuk
Opa.
“Mau Opa,
Mau.” Aku langsung tersenyum.
Opa
mengeluarkan dompet. Opa sangat tahu kesukaanku. Es bonbon yang letaknya dekat pos
komplek memang makanan kesukaanku. Tanpa
banyak omongan aku langsung melangkah ke sana.
Komplek
tampak lengang, hanya ada tukang sayur yang sedang berjualan dan
perempuan-perempuan yang sedang berbelanja. Saat aku berjalan lewat dekat mereka,
samar-samar terdengar mereka menyebut, “Dasar anak koruptor!”
Aku tak
mendengarkan lanjutannya, dan terus berjalan menuju warung. “Bu, Es-nya sepuluh.”
Kataku.
“Kamu
anak koruptor, kan?” tanyanya. “Mamamu perampok uang rakyat. Hah, menjauh sana.
Uangmu haram!”
Aku begong
sesaat dan langsung menjauh. Aku tak paham apa maksudnya. Mengapa tak boleh?
Aku berjalan ke rumah. Namun, saat aku mau pulang ada tujuh
orang abang-abang. “Wah ada anak koruptor.” Kata salah seorang.
“Benar juga,”
Salah seorang juga menjawab.
“Macam
mana kalau angkat dan arak bersama ke seluruh penjuru komplek, lalu lempar ke
sumur belakang?”
“SETUJU!!!” semua berseru
kompak.
Aku
langsung kabur, seluruh kekuatan aku kerahkan. Sungguh aku tak mau angan-angan
mereka terwujud hanya karena aku anak koruptor.
Sejak
tuduhan bahwa aku anak koruptor, aku tak pernah mau keluar rumah, TV lenyap
entah ke mana, dan mama tak pernah pulang.
***
*Tulisan ini diikut sertakan dalam 'Lelang Buku Bayar Karya' Love Books A Lot ID dengan teknik lipogram tanpa huruf vocal "i" dari judul sampai ending.
**Jangan hiraukan tanggal penerbitan, saya menerbitkannya di tanggal 10 Juni 2014, namun di tanggal ini tertera 13 Maret 2014 itu semata-mata hanya untuk merapikan postingan saja. Hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)