Rabu, 29 Januari 2014

Sahabat Berkeluarga

Untuk kalian,

/1/
Aku menulis surat ini dalam keadaan tenang dan merasa nyaman, meski kemalasan sudah beberapa bulan menghantuiku, ia terus mengikutiku dan sering menempel pada tubuh ini. Aku bingung kenapa bisa seperti ini, kalau kalian mengenalku di rentan waktu 2010 sampai 2012 mungkin kalian akan bilang aku berubah, ya sangat berubah. Aku sangat senang ketika beberapa orang bilang aku adalah anak muda yang militant. Tapi, seperti yang orang banyak bilang pula di balik pujian pasti ada ujian. Pujian itu pula yang jadi ujian buatku. Ternyata aku tak bisa menjadi apa yang mereka inginkan. Yaitu, menjadi anak muda yang militan. Pertahananku jebol karena kemalasan seolah jadi kekasih yang tak mau lepas dariku.

/2/
Sungguh sebuah kesalahan yang fatal karena telah membuang-buang waktu begitu saja. Aku menyesal karena tak berani melawannya. Bahkan kedisiplinanku rontok bersama waktu yang terus berlalu. Tapi biarlah itu jadi bahan pembelajaran buatku, senang sekali kalau kalian mau mendengarkan sedikit ceritaku. Sekarang izinkan aku menceritakan sedikit kisah tentang apa yang telah aku amati selama hampir setahun berkenalan dengan kalian.


/3/
Aku lupa tepatnya kapan, saat itu aku memutuskan untuk terjun kedunia tulis menulis. Sudah aku pasti aku harus mengenal berbagai macam buku. Karena aku belum tahu banyak, bergabunglah aku dengan kalian. Siapa yang menyangka ternyata berkumpul dengan sesama anak muda membuat jiwa mudaku berguncang hebat. Kita berbagi banyak hal dan tentang apapun, hingga kadang bahasan buku pun terlupakan. Berbeda dengan grup umum yang aku ikuti sebelumnya, di sana lebih banyak orang dewasa. Meski sikap kekeluargaannya sangat erat, tapi aku tak leluasa berbicara, karena aku paling muda, aku tak bebas mengungkapkan apapun yang aku rasakan. Berbeda ketika aku bersama kalian. Aku merasa senang, karena bebas berbicara apapun, walau saat membahas buku, aku tak terlalu banyak tahu.

/4/
Di manapun tempatnya, pasti ada saja yang keluar dari aturan. Sampai pada waktu itu kita memecah diri dengan membuat “Rumah” baru untuk kita menuangkan banyak hal tanpa perlu ada aturan. Di awal aku mengusulkan ide agar di rumah baru itu, kita tak hanya dipakai untuk mengobrol ngalor ngidul soal banyak hal, tapi ada karya yang dihasilkan. Ya, aku mengusulkan proyek bulanan untuk rumah kita, semacam piket, kita wajib berkarya dengan membuat satu tulisan dalam sebulan. Pikirku, jika tak dapat menulis satu hari satu tulisan, seminggu satu tulisan, apakah sebulan sekali juga tidak bisa? Sampai akhirnya diantara kita yang tak suka menulis jadi suka menulis, yang senang menulis jadi tambah semangat, dan lain sebagainya. Aku tahu, tak semua menyukai menulis, dan masing-masing dari kita punya kesukaan yang berbeda. Tapi yang membuat saya senang  adalah, ketika kita semua bisa membaur dan semangat berkarya dalam perbedaan itu.

/5/
Aku lebih senang lagi ketika hari demi hari kita selalu diisi dengan banyak hal. Di rumah baru aku dapat belajar dengan sesungguhnya. Jika ada istilah belajar sambil bermain, di rumah baru kita, aku juga merasakan itu. Kita belajar sambil bermain, ya bermain sambil belajar. Rumah yang selalu ramai membuat kita enggan pergi untuk mencari kepuasan di luar rumah. Karena di rumah kita bisa dapatkan banyak hal. Rumah yang selalu membuat kita ingin cepat-cepat pulang rumah jika kita sedang sibuk dengan aktifitas di luar. Rumah yang selalu kita rindukan dengan percakapan yang selalu kita tunggu-tunggu. Sampai-sampai beberapa dari kita enggan beranjak dari duduknya hanya karena bahasan yang kita bina selalu menarik untuk di simak.

/6/
Terlepas dari semua itu, aku mengenal baik kalian, meski tak sebaik kalian mengenal diri kalian sendiri. Walaupun (mungkin) kalian tak mengenal baik aku. Itu bukan masalah, buat aku, mengenal jauh lebih baik dari pada terkenal atau dikenal. Karena saat mengenal, aku bisa belajar banyak hal dari apa yang aku kenali. Di rumah kita hidup ber-16. Berbagai macam sifat, perangai dan karakter kalian sedikit banyak aku tahu. Dari yang jarang muncul, disiplin, ambekan, suka berbagi, lembek, yang memilih diam ketika ada masalah, malas, yang punya rasa sensitif tinggi, ada pula yang malas membaca keadaan dan cenderung hanya ingin yang instan saja. Beberapa dari kalian ada yang pandai menyimpan duka dengan senyuman dan kegembiraan. Tak jarang beberapa orang tampil bijaksana meski sering dibully, ada yang cuek atau tak peduli akan beberapa tindakannya yang mungkin membuat orang segan atau bahkan benci padanya. Ada juga yang suka memaksakan kehendaknya.

/7/
Di baik semua itu ada satu yang musti dimiliki, yaitu peka akan keadaan. Mungkin buat kalian peka itu tak penting, tapi sesekali kalian musti memilikinya, hidup tak melulu mengabaikan omongan orang lain yang tak baik, tapi mendengarkanya meski pahit adanya. Kita bisa belajar dari sana tentang banyak hal, ya, banyak hal yang bisa membuat kita menjadi lebih baik. Kita semua bersatu dalam perbedaan, mengemasnya menjadi kekuatan untuk perubahan. Senang sekali ketika aku bisa ikut berkumpul dengan kalian, membagi banyak hal yang tak semua orang mau mendengarkannya. Memberi masukan yang bisa membuat aku jadi lebih baik, serta mengajariku bahwa kebersamaan itu berharga.

/8/
Namun waktu berkata lain, yang aku bayangkan tidak semuanya berjalan dengan baik. Aku tahu, waktu tidak mengajarkanku dengan lembut, tapi dengan cepat. Sayangnya aku tak dapat mengambil semua yang ia ajarkan dengan cepat, serta tak dapat menyimpan semua kenangan dengan baik. Proyek bulanan kini telah jadi spesies yang mungkin sebentar lagi akan punah. Tak perlu kita bahas soal sibuk, kita semua tahu mana yang terbaik untuk diri kita. Sering kali aku begitu cerewet untuk woro-woro soal proyek, siapa-siapa saja yang belum dan siapa-siapa saja yang sudah. Tapi nampaknya itu tak baik buatku, karna aku jadi terlihat seperti orang yang sok dan cenderung bawel. Aku memutuskan untuk menghentikan kegiatan itu, aku memilih untuk diam dan belajar, karena buatku proyek bulan bukanlah beban, tapi tempatku belajar.

/9/
Dulu kita semua berjanji jika ada masalah kita selesaikan bersama, tapi nampaknya itu hanya jadi slogan saja. Banyak dari kita yang tak dapat melakukan itu dengan baik. Terbukti dari cara beberapa dari kalian yang memilih menutup luka sendirian. Seperti bisul, jika bisul itu sudah terlalu lama dipendam dan tidak diobati, ketika sakitnya memuncak akan pecah juga. Aku tak mau lebih banyak lagi berbicara, karena selain lelah, aku juga sudah cukup pusing. Mungkin sebagian dari kalian ada yang beranggapan aku bawel, sok disiplin dan lain sebagainya. Mungkin juga kalian tak suka dengan beberapa atau bahkan semua hal yang aku lakukan. Jika memang begitu, maafkanlah, karena aku memang tempatnya salah. Namun, aku tak pernah bermaksud begitu. Semua yang aku lakukan semata-mata karena aku peduli dengan rumah kita. Oke mungkin lebay bin alay jika aku bilang “saya peduli”, tentu kalian semua peduli dengan rumah tempat kita tinggal.

/10/
Sekarang aku hanya ingin ikut ke mana angin membawa, tapi tak tergerus debu. Aku kira semua sudah cukup dewasa. Bisa berpikir mana yang baik mana yang salah. Kesalahan yang sering terjadi adalah ketika ada yang tak enak hati hanya disimpan sendiri. Kadang aku bosan jika ada diskusi yang bahasannya tak jauh-jauh dari itu lagi itu lagi. seolah bahasan itu tak pernah berakhir dengan hasil yang menyenangkan, menggantung dan tidak pasti. Sering kali aku hanya capek ngetik. Tapi aku tak mau menyalahkan siapapun, itu semua salahku yang selalu cerewet dalam berdiskusi, sedangkan yang lain kadang hanya silent reader. Kita ber-16, namun sayangnya hanya itu-itu saja yang muncul jika ada hal-hal penting untuk didiskusikan. Tidak perlu membahas sibuk. Aku sudah malas menanggapi yang hanya bilang "aku ikut aja deh", "aku terserah deh" dan lain sebagainya. Kalau memang serius, ya ikut komentar. Agar tiap masalah yang ada tuntas. Bukan berlarut-larut yang tak pernah menghasilkan sesuatu kesepakatan, namun masalah baru kembali hadir.

/11/
Aku tak berhak menuntut banyak hal pada kalian, toh aku mungkin bukan siapa-siapa buat kalian, hanya sebatas teman. Tapi buat aku, kalian lebih dari sekadar teman atau sahabat. Meski sebagian belum pernah aku temui, kalian sudah aku anggap seperti keluarga. Orang-orang yang enggak mungkin aku temui di tempat lain. Aku minta maaf jika selama ini banyak melakukan salah, orang yang banyak berbicara sering kali yang paling banyak salah. Dan itu saya. Terima kasih untuk pertemanan yang hangat, persahabatan yang erat, serta telah menjadi keluarga yang selalu mendengarkan. Aku tak ingin menuntut banyak, karena ini adalah skenario yang telah Allah berikan. Semoga kita dapat mengamalkan apa yang Nabi Muhammad SAW serukan, “Hendaklah kalian bersatu padu dan tidak berselisih paham.” Aku selalu berharap semua akan membaik, meski untuk menjadi seperti dahulu adalah hal mustahil. Tapi setidaknya kita bisa bersatu kembali dalam perbedaan. Namun jika bubar adalah jalan yang terbaik, semoga kita masih bisa terus berteman baik, tanpa ada perselisihan yang membuat kita enggan bertegur sapa.

/12/
Waktu terus berganti. Pada saatnya nanti semua akan ikut berubah, yang ramai akan sepi, meski mungkin ia akan datang lagi. Seperti kita yang satu sama lain saling menanti. Ketahuilah aku tak pandai membuat kata-kata manis agar kalian bisa menangis, tak pula pintar membuat surat agar kita tetap erat, tapi saya menyelesaikan tulisan ini dengan perasaan tidak karuan, saya sedih, saya kecewa, dan saya terluka. Tapi percayalah saya selalu bahagia ketika membayangkan semua akan kembali baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)