Kamis, 30 Januari 2014

Mempertanyakan

aku berjalan ke menuju keramaian kota,
lalu berhenti sejenak untuk berdiam diri.
membayangkan beberapa banyak tindakan yang terburu-buru.
tanpa pikir panjang semua aku kerjakan dengan cepat.
ada yang aku syukuri ada pula yang aku sesali.

terbesit bayangan ketika amarah menguasai diri.  
hati nuraniku bertanya: apa untungnya kau marah?
pikiranku menjawab: aku tidak kuat kalau harus memendamnya
berlama-lama.

memang memendam itu baik,
tidak akan melukai orang lain,
tidak akan ada orang yang tersinggung
dan tidak pula ada orang yang membenci,
kecuali diri sendiri.



tapi aku meyakini bahwa memendam
tidak melulu baik untuk orang lain,
terlebih untuk diri sendiri.
sesekali harus kau keluarkan.

luka akan membusuk
dan menjadi lebih parah
jika terlalu lama tak diobati.
Begitu pula amarah.

keluarkan ia agar tidak membuatnya semakin parah.
walaupun amarah jarang menyelesaikan masalah
tapi setidaknya, ketika ia keluar.
aku bisa tenang.

kau pernah bertanya,
apakah aku iklas memberikan apa yang kau minta?
aku jawab, iya.

tapi percayalah beberapa jawaban “iya”
itu hanya keluar dari mulut saja, tidak di hati.
meskipun tidak semua begitu,
sering kali keduanya menjawab, iya.

menurutku iklas adalah proses di mana hati,
mulut, dan pikiran tidak bisa menjawab ketika ditanya.
sebab ia telah menyerahkan semuanya
tanpa merasa terpaksa untuk menjawabnya.

Tuhan yang maha memberi saja
tak pernah mempertanyakan
atau dipertanyakan keikhlasannya
memberi banyak hal pada kita.
apa pantas kau bertanya soal keiklasan
yang bahkan Tuhan pun 
tak pernah mempertanyakannya?

Jakarta, 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)