Judul Buku: Kata Hati
Penulis: Bernard Batubara
Penerbit: Bukune
Cetakan Ke-3: Oktober 2012
Tebal: 196 halaman
Penulis: Bernard Batubara
Penerbit: Bukune
Cetakan Ke-3: Oktober 2012
Tebal: 196 halaman
"Ini
tentang kisah kehilangan,
ketika kau
mendapati separuh hatimu kosong dan merapuh
Atas nama
ketidakpercayaan,
kita telah
saling mengucapkan selamat tinggal.
Ketika tak
ada lagi yang bisa kau percaya, ikuti kata hati.
Begitu
seharusnya, bukan?
Dan, hati
ini membawaku kembali kepadamu.
Tapi, kau
tak lagi berada di tempat kita dahulu.
Apakah kau
telah menemukan separuh hati lain-- selain hatiku?"
***
***
Randi kembali diam.
Betapa jauh dalam hatinya ia berharap orang yang membuat Dera bahagia adalah
dirinya sendiri. Betapa ia berharap tak pernah ada pengkhianatan hingga
perpisahan pun tak perlu terjadi. Betapa ia berharap sayang dan rasa percaya
saja sudah cukup. Betapa ia berharap hanya dengan dimasuki oleh satu orang,
hati sudah merasa lengkap. Tak perlu dua, tiga, atau empat.
Namun, cinta tak pernah berjalan mulus. Semakin panjang semakin rumit, semakin sulit pula menjaganya agar tak tumbang dihajar angin kencang, atau jatuh tersandung kerikil.
Namun, cinta tak pernah berjalan mulus. Semakin panjang semakin rumit, semakin sulit pula menjaganya agar tak tumbang dihajar angin kencang, atau jatuh tersandung kerikil.
Buku
ini memiliki kover yang menarik. Tapi ada yang membingungkan, kenapa gambarnya
gelas yang di dalamnya ada gambar love. Di pinggir-pinggirnya di hiasi kembang.
Ah entahlah maksudnya apa. apa karena pertemuannya tokohnya di sebuah kafe?
Judulnya
nampak pasaran sekali ya? Tapi nggak jadi masalah. Hanya saja sub judulnya
malah tidak jelas maksudnya. Setelah “kata hati” ada lanjutan “Sebutlah itu
cinta” membingungkan
Tanda
Baca, Penulisan Kata dan Ejaan. Sudah pas. Saya tak menemukan banyak kesalahan
hanya ada beberapa saja.
Buku ini bergenre romance, ya genre yang baru beberapa kali saya baca. Membaca buku ini berharap akan mendapatkan kisah cinta yang berbeda, meski saya tahu kisah cinta ya begitu-begitu saja. Sama dengan genre apapun biasanya yang berbeda adalah cara bercerita dan teknik menulisnya saja. Tapi ternyata harapan saya sirna karena membaca buku ini terasa biasa saja, saya membayangkannya malah seperti menonton FTV dengan konflik yang datar. Tidak ada emosi yang keluar, dan saya tidak merasakan ada yang greget dari cerita yang disampaikan penulis.
Meskipun begitu, cara bercerita penulis sangat mengalir dan rapi sehingga tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan buku setebal 196 halaman ini. Percakapan yang pendek-pendek tanpa penjelasan dan ada beberapa percakapan yang sama. Terlihatnya malah jadi seperti kurang perbendaharaan kata. Itu lagi, itu lagi yang disampaikan. Tapi terlepas dari itu semua, buat saya yang baru belajar menulis fiksi, ini jadi bahan belajar. Membaca sambil belajar dari karya penulis lain lebih tepatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)