Minggu, 26 Januari 2014

Air Mata Kopi


Judul Buku: Air Mata Kopi
Penulis: Gol A Gong
Penerbit: Gong Publishing
Cetakan Ke-1: Oktober, 2013
Tebal: 80 halaman

Setiap orang punya caranya sendiri dalam berpuisi, apa yang ingin disampaikan pun berbeda-beda—mungkin beberapa ada yang sama. Ada yang mengangkat tema cinta, celana, hujan, perlawanan, keresahan dan lain sebagainya. Begitu pula Gol A Gong, ia punya caranya sendiri dalam berpuisi.


Kover
Menarik, dan bagus. Seandainya saja tidak dipajang foto penulisnya. Buat saya gambar hewan dan karung kopi sudah cukup mewakili apa yang ingin di sampaikan. Sayangnya foto penulis yang terkesan—maaf—jutek, membuat buku ini malah terlihat seram. Mungkin foto penulis itu untuk mewujudkan kekesalannya tentang sesuatu di balik kopi, tapi menurut saya dua gambar itu saja sudah cukup mewakili. Bahkan adik perempuan saya yang masih SMA tak berani memegang buku ini karena takut.

Layout
Biasa saja tidak ada yang menarik, kecuali ilustrasi-ilustrasi yang lumayan.


Tanda Baca, Penulisan Kata, dan Ejaan.
Di buku kumpulan puisi seharusnya tak ada typo dan kesalahan lainnya. sayangnya saya masih menemukan adanya typo di dalamnya.

Isi
Membaca buku kumpulan puisi Chairil Anwar di buku Deru Campur Debu maupun buku kumpulan puisi W.S Rendra di buku Stanza dan Blues saya mendapati puisi-puisi yang menceritakan diri sendiri ada pula yang bercerita layaknya cerpen tapi bukan cerpen. Di buku ini saya mendapati hal yang sama, namun cenderung lebih banyak yang bercerita.

Penulis mengungkapkan rasa cintanya pada kopi lewat puisi, dari judul-judulnya pun ada macam-macam puisi. Penulis produktif memang selalu bisa berkarya dalam keadaan apapun dan di manapun ia berada. Terbukti sebagian puisi ia tulis saat ia berada di pulau Sumatra. Tak seperti puisi di buku Stanza dan Blues maupun Deru Campur Debu, puisi di buku ini banyak yang tak saya mengerti. Bahasa yang digunakan terlalu tinggi dan berat buat saya. Sehingga tak mudah saya telan mentah-mentah.  Seperti ini contohnya:

Gudang Kopi

Lampu di kota mati jika panen kopi tiba
Aku takut bunyi aneh di kegelapan.
; Apakah itu serdadu?
Segera ajak aku menari ballet.
Cangkir porselen membuatku jatuh cinta.


Ya memang tidak semua hal bisa saya mengerti. Tapi menurut saya puisi yang baik adalah puisi yang pesannya bisa di tangkap dengan mudah atau tidak terlalu rumit bagi pembaca atau pendengarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)