Selasa, 24 September 2013

Teruntuk Kamu Yang Tidak Begitu Dekat

Teruntuk kamu yang tidak begitu dekat.
Jika saya menanyakan kabarmu, menanyakan hasil UASmu dan menanyakan banyak hal tentangmu. Sudah pasti ini basi untukmu. Tapi tenang, saya tidak akan menanyakan hal itu. Malam itu, satu persatu mahasiswa maju kedapan memamerkan hasil karya animasinya. Ada yang membuat rangkaian bingkai foto, keadaan dalam laut, pantai, pegunungan, jalanan dan lain sebagainya, semua bisa bergerak. Dosen itu bilang kalau multi media sangat diperlukan saat ini.

Satu persatu mahasiswa selesai, dosen itu sibuk dengan kertas penilaiannya. Dia tak awas melihat secara detail apa yang mahasiswa pamerkan. Hampir semua mahasiswa sudah maju, kamu pun sudah, hanya tinggal beberapa orang lagi dan tiba saatnya saya maju.

"Iyak, mana kertas nama dan NIMnya?" Kata dosen itu.

"Ini pak." Jawab saya.

"Silakan dijalankan." kata dia mengakhiri basa-basi.

Tak perlu waktu lama, hanya butuh beberapa detik animasi itu sudah jalan. Lalu tiba-tiba dia bertanya kembali."Foto kamunya mana? kan saya bilang pakai foto di animasinya!!!"

"Gak ada pak, saya lupa."

"Ya sudah gagal"

"Tapi pak..."

"Udah ga ada tapi-tapian..."

"Tadi banyak kok yang gak pakai foto dan bapak gak menggagalkan mereka?!"

"Mana siapa? Tunjuk orangnya."

Saya melihat jelas dari banyaknya karya yang tampil, banyak sekali yang tidak ada fotonya dan dosen itu hanya berkata "next" "next" dan "next". Tapi mengapa pas karya saya diprotes? Ini Bapak dosen yang teledor atau saya yang sial? Mungkin benar saya yang sial. Ada pasal asal yang sering saya dengar, kira-kira seperti ini bunyinya "1. Guru tidak pernah salah. 2. Jika guru salah maka balik lagi ke pasal pertama.”  Ini adalah sebuah ketidakadilan yang nyata buat saya. Dengan kata lain, saya harus menanggung kesalahan dia yang tidak awas melihat hasil karya anak didiknya.


Saat itu saya refleks,  iya saya refleks menyebut namamu. Saya belum sempat menyebut nama yang lain. Sebelum kamu tampil ke depan, saya sudah melihat karyamu tidak ada fotonya juga, sama dengan saya. Sesaat setelah menyebut namamu, saya menyesal. Kenapa menyesal? Iya saya sudah kenal dengan beberapa hal yang ada di kamu. Bagaimana kamu dan bagaimana tingkah lakumu. Kamu di panggil dosen maju ke depan untuk memperlihatkan hasil karyamu. Kamu juga gagal kata dosen itu.

“Siapa lagi yang terlewat tidak ada fotonya?” Dosen itu bertanya ke penghuni kelas. Ya itu pertanyaan yang paling tidak bermutu menurut saya. Pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan. Mana ada maling yang mau ngaku? Jika semua maling mengaku sudahlah pasti penjara akan penuh.

“Oke kalau tidak ada yang mau ngaku lagi kalian berdua tidak dapat nilai UTS dan UAS sampai kalian membuat video.” Kata dosen itu menegaskan.

“Tapi pak, udah saya ubah nih sekarang sudah ada fotonya.” Kata kamu.

“Gak bisa.” Balas dosen itu.

Ini bukan pertama kalinya ada kejadian seperti ini. Dulu di mata kuliah dan kasus yang berbeda dengan dosen yang sama. Ada seorang teman yang sedang menerangkan hasil penelitiannya, lalu di belakang terjadi kegaduhan, suara berisik mengisi ruang belakang. Dosen itu merasa risih dan membentak.

“Siapa itu yang berisik?” Seisi ruangngan terdiam membisu. Tak ada sapupun yang berani berbicara.

“Sekali lagi, siapa tadi yang berisik?!!!”

Teman saya di depan melanjutkan menjelaskan hingga lima belas menit berlalu, seusai dia menjelaskan, dosen itu kembali bertanya. “Siapa tadi yang berisik? Jangan jadi orang pengecut yang berisik ketika ramai tapi tak ada suara ketika ditanya. Sudah saya putuskan, semua yang ada di ruangan ini nilainya C, kecuali dia yang maju. Tidak usah ada yang protes!!!”

Ya, kami ikut terkena imbasnya, satu orang yang berisik kami semua yang kena. Tapi saya tak mau membahas panjang lebar tentang dosen yang itu, saya sudah tak ada rasa, bukan rasa cinta tapi rasa tak suka. Walau sebagian orang bilang dia baik tapi tidak buat saya. Tapi percayalah saya tak pernah menaruh rasa dendam atau apapun. Saya sudah cukup bahagia dengan apa yang sudah terjadi.

Setelah kelas usai saya menghampiri kamu, iya saya meminta maaf saat itu tapi kamu tolak mentah-mentah dengan mengusir saya. Lalu saya kembali ke tempat duduk saya dan membereskan buku dan laptop saya. Kamu lewat dan bilang “Awas ya, cukup tahu aja.” Wah saya diancam? Sebegitu besarkah dosa yang telah saya perbuat? Ternyata benar adanya, membuat semua orang senang itu sulit tapi membuat orang membenci tan marah itu mudah.

Oke iya saya salah menyebut namamu waktu itu dan saya minta maaf. Apa salah jika saya mengungkap kebenaran? Iya kebenaran yang saya lihat. Resiko mengungkap kebenaran memang selalu berakhir seperti ini, akan selalu ada yang terluka dan ada yang berubah. Dan saya dapatkan keduanya. Kamu langsung terluka dan berubah.
Jika yang saya lakukan adalah sebuah kesalahan fatal. Saya ingin bertanya padamu, apa ada manusia yang lahir, tumbuh dan berkembang tanpa kesalahan? Saya rasa tidak ada. Saya bukanlah nabi Muhammad SAW yang bisa dengan tenang menghadapi masalah. Bukanlah malaikat yang terbebas dari akal dan nafsu, juga bukanlah setan yang bisa dengan mudah tertawa ketika melihat orang lain susah. Saya hanya manusia biasa yang masih punya hati, pikiran, nafsu dan akal. Saya sedang mempelajari untuk mengendalikan itu, dan saya belum bisa. Saya masih suka kepikiran ketika melakukan kesalahan, masih suka sakit hati ketika dilukai dan masih suka melakukan sesuatu tanpa akal dan pikiran yang tenang.

Jika saya ada di posisi kamu pasti saya juga akan marah padamu, tapi setidaknya saya akan berusaha tidak membencimu. Karna saya sedang belajar soal itu. Saya tidak akan mengungkit-ungkit soal kebaikan yang telah saya berikan padamu. Tenang, tidak akan, dan tidak akan pernah. Ini adalah ke salahan pertama saya padamu. Orang tua saya mengajarkan agar tidak mengungkit-ungkit kebaikan yang pernah dilakukan jika sedang dalam kesalahan.

Saya mengaku salah dan saya meminta maaf untuk yang kesekian kalinya padamu, jika kamu tidak mau memaafkan itu urusanmu. yang terpenting aku sudah meminta maaf dan tak akan mengulanginya. Semoga kamu sukses ke depan, doa terbaik selalu saya curahkan untukmu.

Salam hangat dari saya, Arinda Adisetya yang mungkin tidak akan pernah jadi teman terbaik untukmu. Tapi percayalah namamu terekam baik di kepala saya sampai kapanpun. :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)