Jumat, 05 Juli 2013

Tips Menulis Klimaks Novel

Saat menulis, saya selalu memberi fokus ekstra di tiga bagian: awal cerita, klimaks, dan akhir cerita. Berhubung saya sudah beberapa kali menulis tip tentang awal cerita dan akhir cerita (di presentasi menulis kreatif kapan itu), saya rasa sudah saatnya menulis tip tentang menulis klimaks cerita.

Tapi sebelumnya, kamu harus tahu dulu, kalau ternyata kemungkinan ending hanya ada empat jenis. Serius. This is a very shocking fact for me too, mengingat selama ini ada kecenderungan ambisi penulis membuat ending yang tak terduga. Ternyata, oh ternyata....


Menurut Glen C. Strathy, empat jenis ending itu adalah sebagai berikut:
  1. Comedy/Happy Ending: protagonis mencapai tujuan yang dia inginkan—which is sesuatu yang baik adanya. Contoh: kebanyakan ending genre category romance terbitan Harlequin.
  2. Tragedy/Sad Ending: protagonis gagal mencapai tujuan yang dia inginkan dan kegagalan itu merupakan kesialan tersendiri bagi si tokoh. Contoh: drama klasik macam Carmen atau Othello.
  3. Tragi-Comedy: protagonis gagal mencapai tujuan yang dia inginkan, tapi kegagalan itu malah berakibat baik bagi hidup si tokoh. Contoh: sebenarnya banyak, tapi yang terpikir langsung di otak adalah Legally Blonde karya Amanda Brown. Elle Woods memang gagal merebut pacarnya kembali, tapi dia malah menemukan kesenangan tersendiri belajar menjadi pengacara.
  4. Comi-Tragedy: protagonis berhasil mencapai tujuan yang dia inginkan, tapi kesuksesannya itu harus dibayarnya dengan pengorbanan besar. Contoh: The Mist-nya Stephen King (versi film). Tokoh utama akhirnya berhasil meloloskan diri dari bahaya, tapi sejurus kemudian dia meraung penuh penyesalan karena ingat dia terpaksa membunuh teman-teman seperjuangannya.

Pertanyaan berikutnya: buat apa sih tahu soal jenis ending sementara yang kita bahas sekarang adalah mengenai klimaks cerita?

Klimaks yang baik merupakan puncak development plot dan karakter. Untuk mencapai satu dari keempat plot itu, kamu harus mempersiapkan baik-baik kedua elemen ini sejak awal. Glen C. Strathy memberikan penjelasan lebih lanjut soal ini.
  • Untuk plot yang akhir ceritanya adalah Comedy/Happy Ending, di klimaks cerita si tokoh harus mencapai kesuksesannya dengan satu dari tiga kemungkinan ini:
-          Bertahan dengan prinsip atau sikap baiknya
-          Memutuskan untuk berhenti berbuat yang buruk atau meninggalkan kebiasaan jeleknya
-          Memutuskan untuk mulai berbuat yang baik/benar
(dalam Name of the Game-nya Fidriwida, si tokoh utama memutuskan untuk berhenti berbohong pada orang yang dia cintai dan berterus terang tentang jati dirinya yang sebenarnya)
  • Untuk plot yang akhir ceritanya adalah Tragedy/Sad Ending, di klimaks crita si tokoh harus gagal mencapai kesuksesannya dengan satu dari tiga kemungkinan ini:
-          Bersikeras mempertahankan prinsip atau sikap buruknya
-          Mengorbankan hal terbaik dalam hidupnya
-          Memilih jalan yang salah
(dalam The Other Boleyn Girl-nya Philippa Gregory, si tokoh utama memilih jalan pintas untuk mendapatkan keturunan dengan cara memaksa adik kandungnya sendiri untuk bercinta dengan dirinya. Which is *spoiler alert* di akhir cerita, si adik dipenggal kepalanya karena dianggap menodai kehormatan keluarga kerajaan)

  • Untuk plot yang akhir ceritanya adalah Tragi-Comedy, di klimaks cerita si tokoh gagal mencapai kesuksesannya, tapi belakangan dia tahu itu ternyata membawa hal yang baik bagi dirinya dengan satu dari tiga kemungkinan ini:
-          Bertahan dengan prinsip atau sikap baiknya
-          Memutuskan untuk berhenti berbuat yang buruk atau meninggalkan kebiasaan jeleknya
-          Memutuskan untuk mulai berbuat yang baik/benar
(dalam The Outsiders-nya S.E. Hinton, si tokoh utama pelan-pelan mulai menyadari kehidupan ala gangster yang dia jalani ini tak akan membawanya ke mana-mana. Ditambah lagi satu per satu teman baiknya mati terbunuh dalam perang antargeng dan kasus perampokan)
  • Untuk plot yang akhir ceritanya adalah Comi-Tragedy, di klimaks cerita berhasil mencapai kesuksesannya, yang harus dibayarnya dengan pengorbanan besar. Hal itu dicapai dengan satu dari tiga kemungkinan ini:
-          Bersikeras mempertahankan prinsip atau sikap buruknya
-          Mengorbankan hal terbaik dalam hidupnya
-          Memilih jalan yang salah
(dalam Romeo and Juliet, kedua keluarga yang berseteru itu akhirnya bisa berdamai tapi harus dibayar dengan kematian putra-putrinya sendiri)

Apa lagi yang harus diketahui saat membuat adegan klimaks?

Menulis Dramatis
Satu hal yang harus kamu ingat saat membuat adegan klimaks adalah bagaimana caranya membuat tokoh-tokoh yang terlibat konflik bersikap. Nggak harus berantem atau bentak-bentakan dengan huruf kapital di mana-mana. Beberapa penulis malah membuat adegan dramatis mereka tanpa adegan berantem yang vulgar. Hanya situasi hening dan percakapan yang bernada datar.

Apa pun cara yang kamu pakai membuat adegan klimaks, pembaca harus dibuat penasaran. Di bagian klimaks, akan ada rahasia yang terbongkar atau keputusan yang sangat mempengaruhi masa depan masing-masing tokoh ke depannya. Oh ya, perhatikan tensi dan atur ketegangannya supaya nggak terlalu berlebihan.

Gestur dan Dialog
Jangan malu-malu memperlihatkan emosi tokoh melalui gestur dan pikiran-pikiran yang tak terucap si tokoh. Dengan begini, kamu bisa mengatur dialognya sesederhana mungkin. Seperti yang sering terjadi di dunia nyata, saat kita perang mulut atau adu argumen dengan seseorang, ucapan kita biasanya to the point dan nggak panjang-panjang. Jadi, untuk mengetes apa dialog yang kamu buat sudah cukup blak-blakan, coba ucapkan keras-keras. Pasti ketahuan deh bagian mana yang terasa terlalu panjang atau kata-kata apa yang masih bisa diganti dengan yang lebih sederhana.

Dan, sekali lagi, adegan diam juga bisa lho jadi pengganti dialog penuh emosi.

Yang Harus Dibuang dari Adegan Klimaks
Rachel Shirley mencatat apa saja alasan kenapa adegan klimaks kamu harus direvisi:
  • Dialog maupun adegan nggak memberi kontribusi apa pun bagi perkembangan plot.
  • Nggak ada ketegangan (tension). Adegannya terasa datar-datar aja.
  •  Dialog atau adegan di bagian klimaks yang kamu buat malah mengarahkan cerita ke hal lain yang melenceng dari plot utama.
  • Nggak ada rahasia yang dibongkar atau keputusan penting yang dibuat.
  • Dialog dan adegan yang dibuat melenceng dari karakter si tokoh. *pernah baca naskah yang seperti ini: salah satu tokoh pendukung yang biasanya ngocol dan diklaim sebagai ‘agak bodoh’ mendadak jadi sebijaksana Mario Teguh di scene klimaks*
  • Bagian klimaks yang kamu buat nggak cukup menarik perhatian pembaca untuk terus membaca.
Exit Door
Pastikan kamu membuat paragraf yang ‘nendang’ untuk mengakhiri adegan klimaksmu. Sekadar memberi gambaran, ini beberapa contoh ‘exit door’ yang cukup menarik (asal ambil dari buku-buku yang ada di dekat laptop hehe):

Kemudian, setelah pintu tertutup dan suasana kembali sunyi, sementara udara dingin terasa hingga menusuk ke tulang, Abigail berbisik ke kekosongan jiwanya, “Selamat tinggal, Jess.”
Hummingbird by LaVyrle Spencer

There wasn’t anyone left to trust, except myself.
The Betrayal of Natalie Hargrove by Lauren Kate

Gabe terus tertawa dan menuju lantai atas sembari mengedipkan matanya sekilas. Maggie memandang lelaki itu, dan mendesah. Ini sama sekali berbeda dibanding pernikahan pertamanya. Ia tidak takut kepada Gabe. Becky mencintai Gabe, dan lelaki itu akan menjadi ayah dan suami ideal. Hanya ada satu yang kurang.
Andai saja Gabe mencintainya....
Rage of Passion by Diana Palmer

Happy writing, y'all!





 Kiat Menulis by Christian Simamora

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)