Akhir yang ‘nendang’? Itu sih mimpinya semua penulis. Pengennya
membuat pembaca terpesona dan menutup buku dengan perasaan puas—kayak
habis makan dan sekarang menepuk-nepuk perutnya yang kekenyangan. Tapi
persisnya GIMANA SIH CARANYA bikin akhir novel yang nendang ini?
Bersyukurlah, Sodara-sodara. Hari ini aku menemukan tip membuat ending James V. Smith Jr. di e-mail-ku. Saat membacanya, aku ngerasa ‘WOW! Harus dibagiin ke anak-anak di FB nih!’. Itulah behind the scene-nya Notes hari ini.
ANGAN MEMPERKENALKAN KARAKTER BARU ATAU SUB PLOT BARU.
Seperempat terakhir novel harusnya merupakan proses penyelesaian
konflik yang sudah dimulai di awal. Karakter baru atau sub plot hanya
akan merusak semua kerja keras yang kamu lakukan berhalaman-halaman
sebelumnya.
JANGAN BERPANJANG-PANJANG DI DESKRIPSI, MEMBUAT PERENUNGAN, PENJELASAN, APALAGI—EW—BERFILOSOFI SEGALA.
Kamu sudah bisa pelan-pelan mengurangi deskripsimu, perbanyak ‘action’
dan konflik di setiap adegan yang kamu buat. Semua usaha kamu
memanaskan kompor cerita sudah kamu lakukan dengan baik di awal dan
pertengahan cerita. Saatnya membakar konflik itu sampai matang!
JANGAN SALAH MEMBEDAKAN ‘OH WOW!’ KAGET TERPESONA DAN ‘OH WOW!’ KAGET MAU STROKE.
Penulis pemula punya kecenderungan dibebani ambisinya sendiri, ingin
membuat ending yang nggak terduga. Persoalannya, seringnya usaha ini
malah menodai kualitas novelnya sendiri. Pembaca menyenangi
detail-detail remeh di awal cerita ternyata menjadi penentu di bagian
akhir. Atau, satu per satu hal yang dibuat samar di awal dibuka satu per
satu di ending. Pembaca menyenangi ending seperti kado Natal di bawah
pohon cemara, bukan jenis kejutan seperti tabrakan mendadak dari
belakang mobil.
BUAT PEMBACAMU TERJEBAK DALAM ‘JERAT PESONA’ PLOT CERITAMU.
Pujian terbaik seorang penulis adalah saat pembaca novelnya nggak bisa
berhenti membaca bahkan demi alasan tidur, bekerja, atau malah pergi ke
kamar mandi sekali pun. Intense, Darling, that’s the key.
SELESAIKAN KONFLIK UTAMANYA. Bahkan ini juga berlaku bagi novel dengan ending
yang sedih. Bayangkan kamu sedang menonton film romantis tentang cinta
segitiga yang berakhir ‘tragis’: ketiganya mati karena kesambar petir. Ending juga sih itu namanya, tapi bukan solusi buat konflik plot cinta segitiga yang mereka alami.
PASTIKAN TOKOHMU MELAKUKAN HAL YANG BENAR.
Nggak peduli berapa banyak kesalahan yang sudah dia lakukan, karakter
utama—dan pembacamu—harus sama-sama sadar kalau dia sudah melakukan hal
yang benar.
‘JAWAB’ SEMUA PERTANYAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONFLIKMU.
Tugas kamu sebagai penulis adalah menjaga setiap logika ceritamu supaya
nggak menghadirkan pertanyaan-pertanyaan ganggu di benak pembaca.
Kalau ini belum tercapai, sebaiknya kamu coba lihat lagi plot ceritamu
dan cari tahu di mana letak masalahnya.
NGGAK ADA SALAHNYA MENCOBA TRIK “CERMIN”. Untuk
memberi kesan pada pembaca kalau konflik novelmu sudah diselesaikan
dengan baik, kamu bisa melakukan trik cermin ini: apa yang kamu bahas di
awal cerita kamu bahas lagi di akhir—disertai penjelasan mengenai
ending novel yang kamu buat.
Contoh sederhananya: Rain Affair karya Clara Canceriana.
PROLOG: Tik… tik… tik…. Kalau hujan tidak turun hari itu…, apa mungkin pertemuan ini akan terjadi?
EPILOG: Nath, kalau waktu itu nggak hujan, apa kamu akan menikah denganku?
JANGAN MENGUBAH VOICE & TONE.
Sebuah ending akan berkesan dipaksakan jika narator tiba-tiba mengubah
gaya bahasa dan pilihan katanya yang sejam ratusan halaman sebelumnya
sudah sangat akrab dengan pembacanya.
AGAIN, HATI-HATI DENGAN MISI MEMBUAT ENDING ‘TAK TERDUGA’. Membuat ending
yang nggak diharapkan pembaca hanya akan membuat mereka merasa ditipu.
Sebuah ending dirasa layak jika memang tidak jauh-jauh dari ekspektasi
pembaca. Berikan kesan positif ke mereka—jangan sebaliknya. Jangan
membuat mereka merasa kamu adalah penulis yang kehilangan kontrol akan
ceritanya dan dengan desperate-nya mencoba membuat pembaca terkesan dengan ending yang penuh gimmick. That’s a no-no, Darl.
Kiat Menulis by Christian Simamora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)