Minggu, 02 Agustus 2015

Catatan Putih Tentang Kesunyian, Keterasingan dan Cinta yang Berhamburan

Ketika membaca novel atau cerita pendek kita bisa menyimpulkan bahwa ini begini dan itu begitu, tentu setiap kepala akan menafsirkannya berbeda-beda, meski kadang ada pula yang sama. Lalu bagaimana dengan puisi? Ini lebih samar lagi. Seperti judul buku Sapardi Djoko Damono, Bilang Begini, Maksudnya Begitu. Puisi bisa menafsirkan dirinya menjadi apa saja ketika dibaca orang-orang, antara yang satu dengan yang lain bisa saja berbeda.  

Di buku Catatan Putih ini, Leon Agusta banyak bercerita tentang kesunyian, kesendirian, keterasingan, tentu tentang cinta dan rindu yang bertebaran. Tidak begitu romantis namun bisa membuat hati tersentuh. Tak seperti beberapa penyair yang kata-katanya sulit dimengerti, alias kita harus berpikir keras untuk menafsirkannya, Leon Agusta tidak, ia mengunakan bahasa yang sederhana namun dalam maknanya. Misal puisi Di Hadapan Lukisan ini:


Bayangkan! Itu di suatu tempat di dunia
Kita tidak tahu di mana
Dan suatu upacara sedang berlansung
Untuk menyemarakan hidup semesta

Bayangkan! Kita sedang berada di sana
Ikut terbakar dalam gairah menyala
Setelah lelah, sunyi dan sedih
Bertahun-tahun

Bayangkan! Kita harus lebih banyak mimpi
Harus bisa rindu, hidup lebih bernafsu
Meskipun tahu: semua hanya mimpi

Garis yang menggapai itu adalah adalah tanganku
Merangkak dari ujung ke ujung semenanjung
Mencari stasiun terdekat, ingin mendekapmu

1974

Perkara saya yang awam ini, menilai masih sebatas saya suka atau tidak, belum bisa sejauh apa yang para penulis atau kritikus tulis, buat saya puisi-puisi Leon menyenangkan. Untuk mengulas yang lebih dalam lagi, saya rasa saya harus banyak belejar lagi.


Penulis: Leon Agusta
Tata Laksana: Hamsad Rangkuti

Catakan: Kesepuluh, 1975

1 komentar:

Tinggalkan jejakmu di sini. :)