Senin, 07 April 2014

The Not-So-Amazing Life of @aMrazing

Judul: The Not-So-Amazing Life of @amrazing
Penulis: Alexander Thian
Penerbit: GagasMedia
Tebal: 228 hal.
ISBN: 978-979-780-586-9
Cetakan ketiga, 2012

“Meributkan yang tak penting, menyepelekan yang penting”


Pernah memotret kejadian-kejadian yang kita alami di dunia kerja atau dunia usaha ke dalam tulisan? Tak perlu kejadian yang istimewa, menggemparkan media atau yang membuat semua orang terpana. Tapi yang biasa-biasa saja. Percaya atau tidak, apa yang kita anggap tidak penting bisa jadi penting buat orang lain, begitu pula sebaliknya yang orang anggap tak penting bisa jadi sangat penting buat kita. Sebab cara berpikir dan yang dirasakan masing-masing manusia berbeda-beda.

Seperti yang dilakukan penulis buku ini. Ia memotret pekerjaannya ke dalam tulisan. Ia menceritakan kejadian-kejadian yang ia alami saat menjaga konter handphone di sebuah pusat perbelanjaan. Meski tak sama seperti penulis yang usaha konter, saya juga beberapa kali bertemu dengan pembeli yang “agak berbeda” dari pembeli biasanya. Kadang senyum-senyum sendiri dan berpikir, “Kok ada ya orang kaya gini.” Tapi kadang kesel juga.   

Membaca buku ini buat saya ya hiburan dikala penat dengan pekerjaan dengan menertawakan hal-hal yang nyeleneh tapi sering terjadi di kehidupan sehari-hari. 

Di bab awal penulis membuka cerita dengan kejadian saat ada seorang bapak yang mau ingin membeli lagu;

“Lagu yang bapak cari apa, ya?”
“Kan tadi saya udah cerita panjang lebar! Gimana, sih, kamu? mbok ya orang ngomong didengerin.”
“Tadi kan bapak baru jelasin. Kalau lagu yang bapak cari nggak ada di mana-mana, pak.”
“IYA BENAR ITU! WONG DI ROXY AJA NGGAK ADA! PAYAH!”
“IYA TAPI LAGU YANG BAPAK CARI?”
“Nganu… lagunya Maria Kere.”
“Lagu Maria Kere yang mana?”
“Nganu itu, lho. Yang nyanyi di atas kapal. Yang pelem yu jam ai jam.”

Dari sekian panjang perdebatan mereka, yang bapak itu cari sebenarnya lagu My Heart Will Go On yang dinyanyikan Celine Dion. Tapi ngotot bapak itu tetap nyotot bahwa yang nyanyi ya Mariah Carey, padahal sudah dilihatin videonya segala. Sampai akhirnya pergi ke konter lain dan berdebat pula. Akhirnya bapak itu balik lagi lewat konter yang penulis jaga,

“Masih cari lagu Yu Jam Ai Jam, Pak?”
“KAMU MAU MENGHINA SAYA?!!”
“Nggak pak… saya punya lagunya.”
“Kamu serius? Tadi bilang nggak ada?”
“Serius tadi saya cari lagunya., ternyata memang ada Versi Mariah Carey.” Bohong itu dosa tapi menyenangkan orang itu pahala.
“Oke. Sebentar ya, Pak.”
“Tapi versi asli?”
“Iya.”
“Bukan versi Selin Dion?”
“Bukan, Pak.”
“Tenan iki?”
“Tenan abis. Sumpah suwer!”


Menghadapi pembeli yang seperti itu memang butuh kesabaran ekstra. Karena saya pernah merasakan ngeyelnya pembeli padahal dia salah dan saya membenarkan. Mungkin pepatah pembeli itu raja kadang-kadang ada benarnya juga. Namanya nyari rezeki memang harus sabar. Kalau tidak bisa bubar. Tak hanya sampai di situ. Penulis melanjutkan cerita-cerita lainnya yang tak kalah seru dan lucu—setidaknya buat saya. Seorang abg gaul yang nggak pakai bra, ternyata sukanya dangdut. Nggak mau bayar lagu karena sudah joget. Seorang bapak gaptek yang iri karena anaknya punya Facebook. Dan ingin hpnya juga bisa Facebook-an. Padahal hp jadul, jelek dan warna-warni. Pakaiannya pun kumel. Tapi ternyata membawa uang banyak membeli hp paling bagus.


Tapi penulis beberapa kali salah menilai orang hanya dari luarnya saja, contohnya saat didatangi seorang berpenampilan dekil yang ternyata orang kaya. Punya rumah. Hp canggih. Istri cantik dan pintar. Selera lagunya bagus, ngajar Bahasa Inggris juga.  Tapi buat saya ini seperti pengulangan cerita si bapak yang ingin Facebook-an tadi. Ada pula cerita anak SMP yang mulutnya bau yang nggak bayar sudah dapat lagunya. Bapak bermulut bau, orang kaya tapi nawarnya luar biasa. Sama ini juga buat saya mengulang, meski keempat cerita itu dikemas secara berbeda, dan isinya berbeda, tapi buat saya sama dan mengulang.

Penulis tak hanya menyugukan kelucuan di semua ceritanya, kadang ia juga menyelipkan pesan moral, namun tidak gamblang, ia tidak bilang harus begini dan begitu, tapi meramunya dalam cerita sehingga tidak tampak menggurui. Bisa melucu saja kadang sudah jadi nilai lebih, tapi penulis juga bisa membuat sedih, seperti di cerita Dummy Seharga Dua Juta. Dikisahkan seorang bapak yang membeli hp seharga 2 juta padahal aslinya saja bisa sangat mahal. Tapi ternyata ia ditipu, ternyata hp yang ia beli palsu. Awalnya saya senyum-senyum saja karena lucu. Tapi akhirnya saya ikutan sedih saat penulis bingung melihat bapak itu kebingungan. Penulis pun bilang bakal kasih lagu gratis dan esoknya bapak itu datang bersama anaknya yang ternyata duduk di kursi roda dan autis. Di sana ia cerita tentang hal yang terjadi pada anaknya. Meski dalam banyak kekurangan anak itu pintar.

Seperti tagline yang di awal saya tuliskan, ya buku ini bercerita seperti itu adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)