Judul:
The Not-So-Amazing Life of @amrazing
Penulis: Alexander Thian
Penerbit: GagasMedia
Tebal: 228 hal.
ISBN: 978-979-780-586-9
Cetakan ketiga, 2012
“Meributkan
yang tak penting, menyepelekan yang penting”
Pernah memotret
kejadian-kejadian yang kita alami di dunia kerja atau dunia usaha ke dalam tulisan? Tak perlu kejadian yang istimewa, menggemparkan media atau yang
membuat semua orang terpana. Tapi yang biasa-biasa saja. Percaya atau tidak, apa
yang kita anggap tidak penting bisa jadi penting buat orang lain, begitu pula
sebaliknya yang orang anggap tak penting bisa jadi sangat penting buat kita. Sebab
cara berpikir dan yang dirasakan masing-masing manusia berbeda-beda.
Seperti yang dilakukan penulis buku ini. Ia memotret pekerjaannya ke dalam tulisan. Ia menceritakan
kejadian-kejadian yang ia alami saat menjaga konter handphone di sebuah pusat
perbelanjaan. Meski tak sama seperti penulis yang usaha konter, saya juga
beberapa kali bertemu dengan pembeli yang “agak berbeda” dari pembeli biasanya.
Kadang senyum-senyum sendiri dan berpikir, “Kok ada ya orang kaya gini.” Tapi kadang
kesel juga.
Membaca buku ini buat saya ya hiburan dikala penat dengan pekerjaan dengan menertawakan hal-hal yang nyeleneh tapi sering terjadi di kehidupan sehari-hari.
Di bab awal penulis
membuka cerita dengan kejadian saat ada seorang bapak yang mau ingin membeli
lagu;
“Lagu yang bapak cari
apa, ya?”
“Kan tadi saya udah
cerita panjang lebar! Gimana, sih, kamu? mbok ya orang ngomong didengerin.”
“Tadi kan bapak baru
jelasin. Kalau lagu yang bapak cari nggak ada di mana-mana, pak.”
“IYA BENAR ITU! WONG
DI ROXY AJA NGGAK ADA! PAYAH!”
“IYA TAPI LAGU YANG
BAPAK CARI?”
“Nganu… lagunya Maria
Kere.”
“Lagu Maria Kere yang
mana?”
“Nganu itu, lho. Yang nyanyi
di atas kapal. Yang pelem yu jam ai jam.”
Dari sekian panjang
perdebatan mereka, yang bapak itu cari sebenarnya lagu My Heart Will Go On yang
dinyanyikan Celine Dion. Tapi ngotot bapak itu tetap nyotot bahwa yang nyanyi
ya Mariah Carey, padahal sudah dilihatin videonya segala. Sampai akhirnya pergi
ke konter lain dan berdebat pula. Akhirnya bapak itu balik lagi lewat konter
yang penulis jaga,
“Masih cari lagu Yu
Jam Ai Jam, Pak?”
“KAMU MAU MENGHINA
SAYA?!!”
“Nggak pak… saya punya
lagunya.”
“Kamu serius? Tadi bilang
nggak ada?”
“Serius tadi saya cari
lagunya., ternyata memang ada Versi Mariah Carey.” Bohong itu dosa tapi
menyenangkan orang itu pahala.
“Oke. Sebentar ya,
Pak.”
“Tapi versi asli?”
“Iya.”
“Bukan versi Selin
Dion?”
“Bukan, Pak.”
“Tenan iki?”
“Tenan abis. Sumpah suwer!”
Menghadapi pembeli yang seperti itu memang butuh kesabaran ekstra. Karena saya
pernah merasakan ngeyelnya pembeli padahal dia salah dan saya membenarkan. Mungkin
pepatah pembeli itu raja kadang-kadang ada benarnya juga. Namanya nyari rezeki
memang harus sabar. Kalau tidak bisa bubar. Tak hanya sampai di situ. Penulis
melanjutkan cerita-cerita lainnya yang tak kalah seru dan lucu—setidaknya buat
saya. Seorang abg gaul yang nggak pakai bra, ternyata sukanya dangdut. Nggak
mau bayar lagu karena sudah joget. Seorang bapak gaptek yang iri karena anaknya
punya Facebook. Dan ingin hpnya juga bisa Facebook-an. Padahal hp jadul, jelek
dan warna-warni. Pakaiannya pun kumel. Tapi ternyata membawa uang banyak
membeli hp paling bagus.
Tapi penulis beberapa kali salah menilai orang hanya dari luarnya saja, contohnya saat
didatangi seorang berpenampilan dekil yang ternyata orang kaya. Punya rumah. Hp
canggih. Istri cantik dan pintar. Selera lagunya bagus, ngajar Bahasa Inggris
juga. Tapi buat saya ini seperti
pengulangan cerita si bapak yang ingin Facebook-an tadi. Ada pula cerita anak
SMP yang mulutnya bau yang nggak bayar sudah dapat lagunya. Bapak bermulut bau,
orang kaya tapi nawarnya luar biasa. Sama ini juga buat saya mengulang, meski
keempat cerita itu dikemas secara berbeda, dan isinya berbeda, tapi buat saya
sama dan mengulang.
Penulis tak hanya
menyugukan kelucuan di semua ceritanya, kadang ia juga menyelipkan pesan moral,
namun tidak gamblang, ia tidak bilang harus
begini dan begitu, tapi meramunya dalam cerita sehingga tidak tampak menggurui.
Bisa melucu saja kadang sudah jadi nilai lebih, tapi penulis juga bisa membuat
sedih, seperti di cerita Dummy Seharga Dua Juta. Dikisahkan seorang bapak yang
membeli hp seharga 2 juta padahal aslinya saja bisa sangat mahal. Tapi ternyata
ia ditipu, ternyata hp yang ia beli palsu. Awalnya saya senyum-senyum saja
karena lucu. Tapi akhirnya saya ikutan sedih saat penulis bingung melihat bapak
itu kebingungan. Penulis pun bilang bakal kasih lagu gratis dan esoknya bapak
itu datang bersama anaknya yang ternyata duduk di kursi roda dan autis. Di sana
ia cerita tentang hal yang terjadi pada anaknya. Meski dalam banyak kekurangan
anak itu pintar.
Seperti tagline yang di awal saya tuliskan, ya buku ini bercerita seperti itu adanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)