Sabtu, 05 April 2014

Putusin Nggak, Ya?


Judul Buku: Putusin Nggak, Ya?
Penulis: Edi Akhiles
Penerbit: Syafirah
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: 250


Pacaran itu boleh nggak si? Dalam islam bukannya pacaran itu nggak boleh? Terus kalau boleh apa saja aturannya?

Bicara soal pacaran berarti kita akan membicarakan tentang beberapa hal, missal soal cinta, shahwat, gengsi, rasa suka dan lain-lainnya. Semuanya lebih banyak berkaitan dengan anak muda. Sudah banyak buku yang membahas soal ini, dan sudah banyak pula yang tahu, tapi perkara keinginan tak banyak yang bisa menghentikan, terlebih ketika dua hati telah saling mencinta. memberi nasihat pada orang yang sedang jatuh cinta sama halnya memberitahu maling jangan mencuri. Sulit dan susah dilakukan, karena orang yang sedang jatuh cinta akan melupakan segalanya. Yang ia tahu apa yang telah ia lakukan adalah yang terbaik. Omongan orang hanya angin lalu.

Dari membaca buku ini saya dapatkan pandangan baru soal pacaran, daripada disebut buku pembanding buku Udah Putusin Aja! Saya lebih senang menyebutnya buku pendamping. Sebab keduanya saling melengkapi. Meski gaya menulisnya berbeda. Mungkin berlebihan jika dibilang buku pendamping karena keduanya berdiri atas pendapat dan argumen yang berbeda soal pacaran. Terlepas buku ini hadir sebagai tanggapan atas buku Udah Putusin Aja! atau Halaqah Cinta. Buku ini bisa berdiri sendiri tanpa harus mengikuti atau menyamakan buku yang ditanggapinya.

Bila sasarannya anak muda atau abg, saya rasa ilustrasinya terkesan memaksa. Buat saya akan lebih bagus buku ini berdiri sendiri tanpa kesan mengikuti. Tanpa harus ada gambar buat saya buku ini sudah bagus, penggarapan layoutnya baik. Kalau memang ingin menampilkan ilustrasi atau gambar sebagai pendukung, sebaiknya digarap dengan serius seperti buku Udah Putusin Aja!, yang memang digarap secara serius, sedangkan dibuku ini terlihat seperti digarap terburu-buru, tapi tentu saya tak berhak menilai begitu, karena saya tak tahu proses penggrapannya. Saya bilang begitu karena menurut saya ilustrasi di buku ini biasa saja. Bahkan teman saya bilang ilustrasinya seperti buku PPKN zaman SD atau SMP, ilustrasinya seperti buku pelajaran yang tidak menghibur.

Secara keseluruhan bahasa yang digunakan penulis asik, tak membuat lelah atau katakannya membuat malas membacanya. Ringan dan mudah dicerna. Namun pengulangan-pengulangan hadist yang penulis tulis, misal di awal lalu beberapa puluh halaman ada lagi, membuat saya melewatkannya begitu saja tanpa membacanya, karena hadist itu masih melekat dalam pikiran saya. Tapi itu semua masalah teknis, tak perlu dibesar-besarkan.

Secara garis besar penulis merumuskan pacaran menjadi tiga jenis:

Yang pertama, pacaran sebagai ajang mencari lawan jenis untuk style, gengsi, teman keluyuran, dan sulit dibendung jadilah pelampiasan syahwat.

Yang kedua, pacaran sebagai ajang taaruf, kenalan, penjajakan, dengan disertai aktivitas yang mengarah pada kisi-kisi hubungan bebas.

Yang ketiga, pacaran sebagai ajang taaruf, penjajakan dengan kendali ketat.

Beliau tidak membenarkan yang pertama dan yang kedua atas dalih apapun, namun beliau mendukung yang ketiga. Saya jadi teringat sekitar beberapa tahun yang lalu, saya agak lupa kapan tepatnya, yang pasti saat Ustad Felix belum menerbitkan buku Udah Putusin Aja! Namun sudah sering membuat kultweet soal pacaran di timeline. Teman saya—beliau sudah dewasa, umurnya mungkin sekitar 40 tahun—pernah menawarkan konsep pacaran yang mungkin kurang lebih sama dengan yang penulis buku ini sampaikan, yang intinya ia lebih menekannya pada akhlaq. Ia bilang, yang perlu diperbaiki adalah akhlaq anak mudanya. Jika akhlaqnya sudah benar, hal-hal yang tidak diinginkan tak akan terjadi. Tapi tentu itu jadi PR buat semua menangani hal tersebut.
  
Penulis juga mengkritisi yang Ustad Felix bilang, bahwa ta’aruf hanya boleh dilakukan setelah khitbah
(melamar). Tidak ada aktivitas taaruf apapun yang dibenarkan sebelum adanya lamaran. Sedangkan penulis berpendapat, ta’aruf sebaiknya dilakukan sebelum khitbah atau lamaran. Alasannya agar jika dikemudian hari terjadi ketidakcocokan yang lilahi ta'ala, maka pemutusan tali ta'aruf itu hanya akan dirasakan oleh dua orang yang terlibat itu, yakni si lelaki dan si wanita. Menekan efek negatif sekecil-kecilnya dari pemutusan ta'aruf.

Kita nggak bisa menyimpulkan sesuatu tanpa membacanya. jadi jika ingin berkomentar, alangkah lebih baik membaca terlebih dahulu. Saya terbiasa membaca sebuah issue dari dua sudut atau beberapa sudut pandang berbeda. Alasannya, agar cara berpikir saya terbuka, tak hanya menelan mentah-mentah hanya salah satunya saja, tapi beberapa cara pandang orang yang berbeda-beda, lalu saya simpulkan yang menurut saya lebih baik atau relevan.

Jadi untuk menilainya, kalian harus membaca keduanya, sebab keduanya memberi pemahaman yang berbeda. Berbeda pandangan bukanlah suatu yang salah, bukankah pemikiran orang berbeda-beda?  Tak selalu yang berbeda pendapat itu salah dan yang sependapat itu benar. Dengan membaca kedua buku tersebut kita jadi tahu apa yang jadi bahasan keduanya. Membaca salah satunya dan menyalahkan yang tidak kita baca adalah tindakan yang salah. Bacalah keduanya dan simpulkan sendiri, mana yang paling baik untuk diterakan pada diri kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)