Kamis, 20 Februari 2014

Bungkam!

Di persimpangan jalan kau berbisik padaku.
Kau membicarakan hal yang tak kumengerti
Tentang dia yang ingin kau bungkam mulutnya!

Aku berusaha menjadi pendengar yang baik
Mencerna apa keluar dari bisikmu
lalu memberi saran seperti yang kau minta.

Malam berikutnya kau berdebat lagi.
Aku tak tahu apa penyebabnya.
Sampai-sampai aku harus turun
dan berjumpa dengan kalian.

Aku ada dipihakmu membela

apa yang telah kau perjuangkan.
Dan aku tidak membenci dia
yang sangat bernafsu memenangkan diskusi
dengan cara menyakiti.

Ia sering kali merobek hatimu
dengan pisau tajam di jempolnya.

Zaman telah berubah bukan lagi mulut
yang bisa jadi harimau.
Tapi jempol tampil memikat
dengan gaya yang menawan
namun lebih menyeramkan ketimbang harimau.
Jaga ia baik-baik, agar tak memakan hati orang.

Luka di badan bisa sangat lama sembuhnya.
Luka di hati karena sebuah perkataan
yang tidak mengenakan akan lebih
lama mengering.

Kalian pernah sama-sama mengeluarkan
apa yang tidak kalian suka di depan banyak orang
dan itu pada tempatnya.
Kalian sama-sama puas, dan aku pun
ikut puas karena suaraku terwakilkan
mungkin kita tak mengira ada hati yang tergores di sana.

Senja selalu datang menjelang magrib
namun bentuknya selalu berbeda.
Malah kadang ia tak datang.
Manusia tercipta dengan segala perbedaan
untuk saling menenangkan.

Tak semua tempat layak
untuk melampiaskan kekesalan.
di suatu waktu, kita bisa sama-sama keras dengan keadaan,
di waktu lain kita belajar lagi tentang memahami orang.

Bentuk kepedulian tidak hadir lewat perkataan kasar.
Namun bahasa yang menenangkan.


Jakarta, 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)