Menulis tentang apa saja, di media apa pun dan di mana
pun.
Dulu minat menulis saya sangat rendah lalu tiba-tiba
merangkak naik dan tinggi dan pernah turun kembali. Meski saya tahu tulisan saya masih jauh dari bagus,
apalagi masih belum mengerti banyak hal tentang menulis. Teknik-tekniknya, serta EYD
yang masih berantakan dan masih banyak lagi. Tapi saya tetap menulis. Iya
menulis tanpa memikirkan pendapat orang lain dan terus memperbaiki tulisan saya.
Sebelum memakai telepon genggam yang sekarang, saya sering
menulis di sebuah smartphone yang jauh dari sempurna. Sering mati sendiri, dengan keyboard yang sering eror. Tapi saya tetap menulis, karna saya senang
menulis waktu itu, jadi apapun kendalanya tak jadi masalah. Saat tulisan saya selesai,
ada kebahagian tersendiri. Kebahagiaan itu seperti mendapatkan kado.
Satu tulisan, dua tulisan dan sekian banyak tulisan yang selesai saya tulis.
Itu artinya saya terus menerus mendapatkan kado. Sungguh menyenangkan.
Karna pengetahuan saya akan sebuah karya tulis masih
sangat rendah. Saya terus belajar dan mencari tahu. Dahulu yang saya tahu, tulisan ya tulisan hanya saja. Saya tahu
cerpen, puisi dan lain-lain, tapi hanya sekedar tahu, itu pun saya dapatkan di
sekolah. Setelah lulus semua itu hilang dari pikiran. Kesenangan saya menulis
telah banyak mengubah cara pandang dan aktivitas saya. Saya yang sejak kecil tidak suka
membaca (walaupun ibu saya dulu kutu buku, tapi itu tak menurun pada saya) kini
menjadi pembaca yang aktif, apa saja saya baca.
Saya jadi banyak
tahu setelah banyak membaca, tapi ternyata saya semakin merasakan banyak sekali
yang tidak saya tahu. Saya dapatkan banyak pelajaran dari buku-buku yang saya baca, fiksi
maupun non fiksi. Saya ingin terus belajar berbahasa yang baik dan benar. Saya
menyadari, selama ini bahasa Indonesia saya masih jauh dari kata benar,
berantakan dan tidak beraturan. Seperti tulisan pak Rhenald kasali yang
berjudul “Generasi Bingung Bahasa”. Saya
masuk di salah satu orang yang bingung bahasa, maka saya ingin mempelajari
bahasa itu sendiri dengan baik. Banyak sekali terjadi kesalahpahaman
karna penggunaan bahasa yang salah atau keliru. Termasuk dalam berkomunikasi.
Dulu saya sering mengeluh karna kekurangan alat dalam menulis. Ingin sekali punya laptop atau galaxy note agar lebih mudah menulis. Ingin punya
domain agar rajin menulis. Tapi setelah punya domain dan punya laptop ternyata
saya nggak lebih rajin menulis. Jadi sebenarnya semua itu hanya jadi kambing
hitam dari kemalasan saya.
Beberapa orang bilang “saya ga bakat menulis, jadi ga
bisa menulis,” “Saya kayanya ga bakat menulis, liat saja tulisan saya tidak
selesai-selesai,” “Saya sibuk, ga sempat nulis.” Sama seperti kasus saya di
atas, sepertinya kembali lagi ke soal bagaimana kita harus melawan rasa malas. Jika masih bisa menonton
tv, masih bisa bersantai diri, masih bisa ngetweet itu berarti masih punya
banyak waktu. Menulis adalah keterampilan. Dan keterampilan bisa dipelajari dan diasah. Jadi bukan
soal bakat.
Atau dulu saat saya berjualan keripik. Saya pernah
menawarkan teman-teman untuk ikut berjualan. Sekedar membantu mereka berdiri
sendiri. Mandiri atau untuk sekedar menambah uang jajan. Dan rata-rata
menjawab “Saya tidak berbakat dagang.” Sebenarnya bukan tidak berbakat berdagang, tapi tidak ada kemauan untuk memulainya.
Mas A.S Laksana pernah menulis di twitter:
"Kalau kamu punya bakat menulis yang besar, kamu harus rajin belajar dan latihan, biar tulisanmu benar dan bagus. Apalagi kalau kamu nggak punya bakat."
"Banyak yang meyakini bahwa orang tidak bisa hidup dari menulis. Jika kau meyakini itu juga, kau tidak akan pernah sungguh-sungguh dalam menulis. Bedanya begini: Orang yang sungguh-sungguh selalu punya waktu untuk menulis, orang yang tidak sungguh-sungguh selalu punya alasan untuk tidak menulis. Bedanya lagi, orang yang sungguh-sungguh akan mendorong dirinya untuk menguasai kecakapan menulis, agar bisa menulis sebagus mungkin."
"Kalau kamu punya bakat menulis yang besar, kamu harus rajin belajar dan latihan, biar tulisanmu benar dan bagus. Apalagi kalau kamu nggak punya bakat."
"Banyak yang meyakini bahwa orang tidak bisa hidup dari menulis. Jika kau meyakini itu juga, kau tidak akan pernah sungguh-sungguh dalam menulis. Bedanya begini: Orang yang sungguh-sungguh selalu punya waktu untuk menulis, orang yang tidak sungguh-sungguh selalu punya alasan untuk tidak menulis. Bedanya lagi, orang yang sungguh-sungguh akan mendorong dirinya untuk menguasai kecakapan menulis, agar bisa menulis sebagus mungkin."
"Menulis
adalah semacam janji kepada diri sendiri dan menepatinya. Jika kau
ingkar sehari, kau bisa ingkar dua hari, seminggu, sebulan, dan mungkin sampai
bertahun-tahun kemudian."
***
Jadi apapun kegiatannya selama itu positif, dia tidak pernah bersalah. Mari
sama-sama lawan rasa malas dan jangan mengambinghitamkan sesuatu yang sebenarnya tidak bersalah.
Sepakat!
BalasHapusYuk.
HapusUdah ga punya bakat, males lagih. *ngaca* *pecahin kaca*
BalasHapushaha, semangat!!
Hapusseimbangkan bakat, passion, dan praktek..
BalasHapusnice :')
Mari :D
Hapus