Selasa, 10 September 2013

Cerita Idul Fitri

Meski idul fitri sudah berlalu lumayan lama, saya mau menuliskan cerita pas idul fitri, karna baru sempat saat ini, hehe. Setiap Idul fitri tiba, semua umat muslim menyambut dengan suka cita. Walaupun ada sebagian yang menyambutnya di tengah duka. Di Jakarta saat idul fitri tiba jalan raya menjadi begitu tenang, tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Para perantau sudah kembali ke kota kelahiran, tempat orang tua, mertua atau sanak saudara di kampung. Mudik jadi sarana melepas kangen dengan mereka orang-orang tercinta. Yang mereka tinggalkan untuk mencari nafkah di ibu kota. Bagi yang tidak mudik seperti saya biasanya menghabiskan idul fitri dengan bersilaturahmi dengan kerabat, sahabat yang ada di Jakarta.

Idul fitri juga hadir dengan banyak rezeki. Tak pilih kasih, semua  diberi. Jika tidak dalam bentuk uang, setiap tarikan nafas pun merupakan rezeki yang tak ternilai harganya. Bayangkan berapakah biaya kerumah sakit untuk memasang oksigen? Mahal sekali.  Jadi alangkah banyaknya rezeki yang Allah berikan untuk hambanya yang pandai bersyukur.

Mengisi hari yang suci dengan bersalaman dan meminta maaf kepada keluarga, dan para tetangga. Seperti biasa tiap tahunnya. Anak-anak selalu berkumpul di depan rumah. Bukan mengantre untuk bersalaman tapi menunggu di bagikan uang. Ya gitu deh anak-anak. Hehe. Mereka sering bilang uang THR. Jadi bukan hanya pegawai saja yang dapat THR tapi anak-anak pun mendapatkannya. Rezeki tak melihat umur, jenis kelamin, dan derajat, semua kebagian. Saya pun kemarin masih dapat. Padahal sudah besar dan tidak mau menerimanya tapi dipaksa, yasudah saya ambil. haha


“Ini buatmu.” Kata mbak saya.

“Kan sudah besar, Mbak.” Jawab saya.

“Udah ambil aja. Kalau sudah nikah baru gak mbak kasih.” Dia tersenyum dan berlalu.

“Hehe…”

Setelah itu berkeliling dari satu rumah ke rumah lain. Senyum-senyum sumringah penghuni rumah yang kami kunjungi  menggambarkan idul fitri penuh dengan keceriaan. Disela-sela itu ada juga tetangga saya yang non muslim, dia ikut mengucapkan dan bersuka cita.

 “Ini…” Om yang tinggal di samping rumah saya menyelipkan sesuatu di kantong baju saya.

“Apaan ini om?” saya merogoh kantong saya.

“Udah ambil aja.” Katanya.

“Wah om, kan saya sudah besar. Masih dapet jatah aja.”

“Udeh. Kalau belum kerja masih dapet.” Dia pun berlalu dan sibuk bersalaman kembali.

“Baiklah, om. Makasih ya.” Kata ibu rezeki ga boleh di tolak. Ya sudah saya ambil.


Setiap  mengunjungi rumah tetangga maupun saudara pasti di tawari makan. Ruang tamu di isi dengan berbagai macam kue; ketapang, nastar, putri salju, kue bawang, dan masih banyak lagi yang di sajikan di toples-toples. Meja makan, berisi makanan menggoda selera juga tertata rapi dengan lontong sayur beserta opor ayam dan rendang daging.Ternyata itu jadi dampak jelak pada badan karna ikut melar. Apa yang ada di depat mata di sikat, seolah ingin balas dendam karna sebulan penuh berpuasa. Ya manusia. Tapi ketika siang, sore maupun malam tiba keinginan orang berubah, mungkin mulai bosan dengan makanan rumah. Atau mungkin sudah habis? Kalau sudah habis ga mungkin ya.

Selain tukang dagang mainan yang di serbu, saat idul fitri. Tukang makanan pun selalu di buru. Tukang nasi goreng, bakso, mie ayam dll. Anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua memburunya. Jadi ceritanya malam hari kepengin nasi goreng. Dan memutuskan untuk menbeli. Tapi ternyata dari sekian banyak tukang nasi goreng yang saya singgahi, tak ada satupun yang sepi. Semua ramai di serbu pelanggan.

 Ya dari sekian banyaknya perantau yang memilih mudik ada juga mereka yang memilih menetap untuk mendapatkan rezeki di idul fitri. Ya merekalah para tukang dagang ini. kemudian saya berkeliling lagi dan menemukan tukang nasi goreng yang sepi.

“Akhirnya ada juga yang sepi.” Gumam saya.

Iya cuma satu yang sepi. Setelah pesanan saya selesai, barulah ramai orang-orang berdatangan. Sesampai di rumah dan memakannya  ternyata gak enak, pantes sepi, pikir saya.

“Nasi goreng di situ memang ga enak, kak.” Kata adik saya.

“Enakan mie gorengnya.” Lanjut dia.


Ada benarnya yang dia bilang, karena setelah saya memesan, memang kebanyakan mereka pada memesan mie goreng. Esok harinya petualangan silaturahmi idul fitri saya akhiri dengan berkunjung  ke rumah mbah di pasar minggu. Idul fitri selalu berikan banyak pelajaran dan banyak cerita. Rezeki datang saat manusia mau berusaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)