Meski idul fitri sudah berlalu lumayan lama, saya mau menuliskan
cerita pas idul fitri, karna baru sempat saat ini, hehe. Setiap Idul fitri tiba,
semua umat muslim menyambut dengan suka cita. Walaupun ada sebagian yang
menyambutnya di tengah duka. Di Jakarta saat idul fitri tiba jalan raya menjadi
begitu tenang, tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Para perantau sudah
kembali ke kota kelahiran, tempat orang tua, mertua atau sanak saudara di kampung.
Mudik jadi sarana melepas kangen dengan mereka orang-orang tercinta. Yang
mereka tinggalkan untuk mencari nafkah di ibu kota. Bagi yang tidak mudik seperti
saya biasanya menghabiskan idul fitri dengan bersilaturahmi dengan kerabat,
sahabat yang ada di Jakarta.
Idul fitri juga
hadir dengan banyak rezeki. Tak pilih kasih, semua diberi. Jika tidak dalam bentuk uang, setiap
tarikan nafas pun merupakan rezeki yang tak ternilai harganya. Bayangkan berapakah
biaya kerumah sakit untuk memasang oksigen? Mahal sekali. Jadi alangkah banyaknya rezeki yang Allah
berikan untuk hambanya yang pandai bersyukur.
Mengisi hari yang suci dengan bersalaman dan meminta maaf
kepada keluarga, dan para tetangga. Seperti biasa tiap tahunnya. Anak-anak
selalu berkumpul di depan rumah. Bukan mengantre untuk bersalaman tapi menunggu
di bagikan uang. Ya gitu deh anak-anak. Hehe. Mereka sering bilang uang THR. Jadi
bukan hanya pegawai saja yang dapat THR tapi anak-anak pun mendapatkannya. Rezeki
tak melihat umur, jenis kelamin, dan derajat, semua kebagian. Saya pun kemarin
masih dapat. Padahal sudah besar dan tidak mau menerimanya tapi dipaksa,
yasudah saya ambil. haha
“Ini buatmu.” Kata mbak saya.
“Kan sudah besar, Mbak.” Jawab saya.
“Udah ambil aja. Kalau sudah nikah baru gak mbak kasih.”
Dia tersenyum dan berlalu.
“Hehe…”
Setelah itu berkeliling dari satu rumah ke rumah lain. Senyum-senyum
sumringah penghuni rumah yang kami kunjungi menggambarkan idul fitri penuh dengan
keceriaan. Disela-sela itu ada juga tetangga saya yang non muslim, dia ikut
mengucapkan dan bersuka cita.
“Ini…” Om yang
tinggal di samping rumah saya menyelipkan sesuatu di kantong baju saya.
“Apaan ini om?” saya merogoh kantong saya.
“Udah ambil aja.” Katanya.
“Wah om, kan saya sudah besar. Masih dapet jatah aja.”
“Udeh. Kalau belum kerja masih dapet.” Dia pun berlalu
dan sibuk bersalaman kembali.
“Baiklah, om. Makasih ya.” Kata ibu rezeki ga boleh di
tolak. Ya sudah saya ambil.
Setiap mengunjungi
rumah tetangga maupun saudara pasti di tawari makan. Ruang tamu di isi dengan berbagai
macam kue; ketapang, nastar, putri salju, kue bawang, dan masih banyak lagi yang
di sajikan di toples-toples. Meja makan, berisi makanan menggoda selera juga
tertata rapi dengan lontong sayur beserta opor ayam dan rendang daging.Ternyata
itu jadi dampak jelak pada badan karna ikut melar. Apa yang ada di depat mata
di sikat, seolah ingin balas dendam karna sebulan penuh berpuasa. Ya manusia. Tapi
ketika siang, sore maupun malam tiba keinginan orang berubah, mungkin mulai
bosan dengan makanan rumah. Atau mungkin sudah habis? Kalau sudah habis ga
mungkin ya.
Selain tukang dagang mainan yang di serbu, saat idul
fitri. Tukang makanan pun selalu di buru. Tukang nasi goreng, bakso, mie ayam
dll. Anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua memburunya. Jadi ceritanya
malam hari kepengin nasi goreng. Dan memutuskan untuk menbeli. Tapi ternyata dari
sekian banyak tukang nasi goreng yang saya singgahi, tak ada satupun yang sepi.
Semua ramai di serbu pelanggan.
Ya dari sekian banyaknya
perantau yang memilih mudik ada juga mereka yang memilih menetap untuk
mendapatkan rezeki di idul fitri. Ya merekalah para tukang dagang ini. kemudian
saya berkeliling lagi dan menemukan tukang nasi goreng yang sepi.
“Akhirnya ada juga yang sepi.” Gumam saya.
Iya cuma satu yang sepi. Setelah pesanan saya selesai,
barulah ramai orang-orang berdatangan. Sesampai di rumah dan memakannya ternyata gak enak, pantes sepi, pikir saya.
“Nasi goreng di situ memang ga enak, kak.” Kata adik
saya.
“Enakan mie gorengnya.” Lanjut dia.
Ada benarnya yang dia bilang, karena setelah saya memesan, memang kebanyakan mereka pada memesan mie goreng. Esok harinya petualangan silaturahmi idul fitri saya akhiri
dengan berkunjung ke rumah mbah di pasar
minggu. Idul fitri selalu berikan banyak pelajaran dan banyak cerita. Rezeki datang
saat manusia mau berusaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)