Minggu, 18 Agustus 2013

Ibukota Pinggiran

langit pagi hitam pekat mengelilingi ibukota pinggiran
oksigen tak sehat mengalir deras keluar masuk hidung
jutaan butir debu melayang-layang di depan mata
kemana perginya embun dan udara yang sejuk di pagi hari?

air pasang laut datang rumah-rumah terendam
ribuan kata tidak dapat terucap kala mereka menyerbu di malam hari
tumpukan sampah melenggang bebas berjalan bersama air
dataran yang semakin turun, ataukah laut yang semakin buas melahapnya?

suasana pantai tak seramah dulu
tumpukan sampah menghiasi penglihatan
laut yang indah dulu kini sudah dirampas
tembok besar menutupi indahnya gelombang ombak

pasir pantai hilang dimakan kekuasaan
keceriaan yang selalu hadir setiap liburan datang sudah berubah wajah
mahluk laut yang biasa bercengkrama tidak terlihat lagi
mereka masih hidup atau sudah mati?


pengusaha tampil seperti penguasa
semua bisa dibeli, termasuk kota ini
tempat wisata gratis bagi warga sudah berubah jadi pabrik
keindahan alam mereka ambil tapi tak mereka rawat

air kali yang dulu jernih sekarang tampil hitam legam
tangan-tangan manusia begitu mudah melempar sampah
sampah rumah tangga jadi pemandangan yang menarik mata
bau menyengat menusuk hidung, tak kala sampah-sampah itu melintas

semua teriak keras ketika banjir pasang kembali datang
tapi tak pernah sadar dengan perbuatannya setiap hari
membuang sampah di kali belakang jadi pekerjaan harian
air kali berebut jalan dengan sampah-sampah

ratusan ton sampah diangkut petugas setiap harinya.
tempat penampungan sampah di manakah engkau berada?
dia ada di sana, di tengah pasar yang jauhnya memakan waktu
mengapa pemerintah tak menyediakan tempat yang lebih banyak?

jalanan hancur penuh lubang menghiasi perjalanan banyak orang setiap harinya
ratusan, puluhan, ribuan bahkan mungkin ratuan puluh ribu kendaraan melintasi kota ini
kecelakaan, hingga tabrak lari, jadi pengisi rongga-rongga jalan ini
keramahan jalan raya tak akan terlihat di sini

para pengendara berebut ingin cepat sampai tujuan
tak pandang bulu jalanan serasa milik sendiri
kemacetan jadi hantu yang menakutkan ketika ingin memulai perjalanan
jalan raya jadi ajang lomba membunyikan klakson

monster-monster merasa kecil saat berada di jalan
mereka menancap gas sesuka hati tanpa lihat kanan kiri
entah sudah berapa banyak nyawa yang hilang karna kekejamannya di jalan
doa selalu tercurah untuk jiwa-jiwa yang gugur diperjalanan

pembangunan demi pembangunan terus digalakan
tapi sayang tidak memperbaiki
malah merusak lebih banyak.
menambah korban lebih banyak.
mengotori lebih banyak.

aku tidak tahu kekacauan ini semua salah siapa?
salah aku, kamu, dia, kita, mereka, atau kalian?
salah rakyat kecil, pemerintah, orang kaya, orang miskin, atau orang sombong?
salah anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua, atau nenek moyang?

ternyata ini semua salah kami sebagai manusia
yang jarang peduli akan keadaan sekitarnya
diberi kepercayaan tidak dijaga
dititipkan keindahan tidak dirawat


Kemanakah perginya hati nurani? Apakah dia sudah mati?

2 komentar:

Tinggalkan jejakmu di sini. :)