Senin, 15 Juli 2013

Writing Style

Apa sih arti ‘puncak karier’ dalam kamus penulis?

Bestseller? NO.

Difilmkan? NO.

Penulis bisa merasa berada di puncakkemampuan menulisnya adalah ketika gaya menulisnya begitu menonjol di antarapenulis-penulis lain. Kalau memakai analogi lampu, tulisannya paling terang diantara yang lain.

Dan untuk membuktikannya, bayangkan sajaruangan penuh tumpukan buku tanpa sampul. Tak ada judul maupun nama penulissebagai petunjuk. Dan pembaca bisa membedakan mana tulisan Raditya Dika, DewiLestari, atau Winna Efendi. Ow, keren banget itu mah! Nggak usah munafik, kamujuga pengen kan punya kualitas istimewa seperti itu?

Di dunia literatur, biasanya dikenal sebagai ‘writing style’ atau gaya menulis.Seperti binatang, semua penulis pada dasarnya punya keunikan masing-masing: mulaidari diksi, pilihan tema, plot, karakter, dialog, dan sebagainya. Pertanyaanselanjutnya adalah, kalau semua penulis pada dasarnya unik, kenapa nggaksemuanya bisa dikenali seperti itu?


Bayangkan saja intan. Saat berstatus mineralalam mentah, semuanya sama saja. Yang membuatnya jadi istimewa adalah ketikadiasah dan dipoles menjadi perhiasan. Penulis-penulis dengan gaya menulis khasadalah perhiasan yang aku maksud, punya kilau menarik dan kualitas tersendiri. Nah,lalu gimana dong nasib yang statusnya masih ‘intan mentah’—gimana sih caranyauntuk naik kelas jadi ‘perhiasan’?

LangkahPertama: Tentukan kamu ingin menjadi penulis seperti apa

Dan anehnya, ini justru yang justru palingnggak dipikirkan penulis. Seringnya, kalau ditanya malah jawab begini: “Ya,penulis kerjanya nulis aja.” Penulis seperti itu sulit untuk mendapat respek,jujur saja. Karena, let’s admit it,bahkan dirinya sendiri saja tak bisa menghargai kualitas dalam dirinya sendiri.Kamu HARUS tahu ingin jadi penulis seperti apa karena ini akan mempengaruhikarier kepenulisanmu kelak. Dan membuatmu juga jadi bisa membuatlangkah-langkah realistis untuk meningkatkan mutu tulisanmu.

Misalnya, kamu ingin jadi penulis romance.Say it out loud, ingin menjadi penulis romance yang seperti apa (timpuk laptopnih kalo kamu nggak tahu romance adalah genre yang PALING banyak subgenre-nya).
Say, kamu ingin jadi penulis novel romanceuntuk remaja—good for you.

Pertanyaan berikutnya, seperti siapa? Oh ya,ini penting sekali, karena kamu harus bisa membayangkan akan punya rivalpenulis siapa. Dengan menjadikan karier mereka sebagai standar sukses, kamu punjadi bisa membayangkan saat ini ada di posisi mana.

Say, kamu membayangkan akan menjadi rivalberat Orizuka. Cek diri, sejauh ini, sudah seberapa kompeten kamu bersainglangsung dengan penulis itu. Berapa persen kamu yakin bisa menarik perhatiantarget pembaca yang mengidolakan Orizuka?

Kalau persentasenya di bawah 50%, kamu harusbekerja keras di langkah kedua dan ketiga.

LangkahKedua: Tahu resepnya
Anggap novel romance remaja itu seperti maubikin sop buntut. Konyol banget kalau kamu nggak tahu dulu resepnya! Sama jugaseperti menulis, penting untuk tahu do’s and dont’s-nya genre atau subgenreyang kamu dalami. Jangan sembarang meremehkan, hanya karena romance yangpenting ada cinta-cintaan aja udah cukup. Atau hanya karena mau menulis novel horor,yang penting hantunya nongol-nongol, udah cukup.

Menulis itu bukan hanya keterampilan. Menulisadalah seni. Dan seni memang dimulai dengan mempelajari karya orang lain.

“NGOPI dong namanya?”

Iya. Danitu nggak ada salahnya.

Yang salah adalah cara berpikir orang yangmasih sulit membedakan antara copydan plagiarize. Copying adalah saat kamu mereplikasi gaya penulis lain dan mempraktekkannyadi naskah sendiri. Plagiarizingadalah mengaku-aku karya orang lain sebagai sendiri. Know the difference?

Perlu kamu ingat, copying adalah proses dasardan bagian dari latihan. Tentu saja di fase ini kamu belum boleh puas karena,hello, kamu kan masih belum punya gaya kamu sendiri.

Langkah Ketiga: Hapal luar kepala resepnya
Learning by doing—dan proses memasak sopbuntut pun jadi sesuatu yang biasa kamu lakukan. Udah nggak canggung lagi saatmenyiapkan bahan-bahannya. Lama-lama kamu jadi menyelipkan tip pribadimusendiri ke dalam masakan. Entah kamu akan menambahkan atau mengurangi bahan dimenu, atau mengolahnya dengan suhu tertentu. Kamu nggak perlu lagi melirik kebuku resep karena nalurimu sudah bisa menentukan bagaimana cara membuat masakantersebut.

Jadi, ya, gaya menulis bukan sesuatu yangkamu ciptakan sendiri. Tapi sesuatu yang awalnya berupa ‘hapalan’ dan lama-lamakamu ingat luar kepala karena sering dilakukan. Pengalaman, trial and error,dan komentar dari pembaca membentuk tulisanmu. Sadar nggak sadar, kamumenemukan gaya menulismu sendiri. Gaya, yang orang-orang kira, diturunkan darilangit hanya untukmu.

Langkah Keempat: Analisis diri
Di fase ini, kamu akan kembali dihadapkan pertanyaan sama seperti di tahap satu. Bertambahkah persentase pembaca Orizuka yang menyukai novel remaja juga menyukai tulisanmu? Sudah berada di atas 50% kah? Idih, masih belum. Berarti ulangi lagi tahap kedua dan ketiga.
*


“Bagaimana dengan kamu, Bang Chris?”

Oh, aku baru merasa menemukan gaya menulisku di buku keenam. Bayangkan, BUKU KEENAM.Jadi memang butuh proses yang lama. Jadi kalau setelah membaca artikel ini kamukecewa karena berharap sesuatu yang instan, maaf banget ya. Karena tak adasatu pun di antara proses menulis itu yang instan.

Hehe..., jadi gimana? Udah boleh dong aku dapat jawaban yang lebih memuaskan kalau aku bertanya, “Kamu pengen jadi penulis yangseperti apa?”




 Kiat Menulis by Christian Simamora

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)