Apa sih arti ‘puncak karier’ dalam kamus penulis?
Bestseller? NO.
Difilmkan? NO.
Penulis
bisa merasa berada di puncakkemampuan menulisnya adalah ketika gaya
menulisnya begitu menonjol di antarapenulis-penulis lain. Kalau memakai
analogi lampu, tulisannya paling terang diantara yang lain.
Dan
untuk membuktikannya, bayangkan sajaruangan penuh tumpukan buku tanpa
sampul. Tak ada judul maupun nama penulissebagai petunjuk. Dan pembaca
bisa membedakan mana tulisan Raditya Dika, DewiLestari, atau Winna
Efendi. Ow, keren banget itu mah! Nggak usah munafik, kamujuga pengen
kan punya kualitas istimewa seperti itu?
Di dunia literatur, biasanya dikenal sebagai ‘writing style’
atau gaya menulis.Seperti binatang, semua penulis pada dasarnya punya
keunikan masing-masing: mulaidari diksi, pilihan tema, plot, karakter,
dialog, dan sebagainya. Pertanyaanselanjutnya adalah, kalau semua
penulis pada dasarnya unik, kenapa nggaksemuanya bisa dikenali seperti
itu?
Bayangkan saja intan. Saat berstatus
mineralalam mentah, semuanya sama saja. Yang membuatnya jadi istimewa
adalah ketikadiasah dan dipoles menjadi perhiasan. Penulis-penulis
dengan gaya menulis khasadalah perhiasan yang aku maksud, punya kilau
menarik dan kualitas tersendiri. Nah,lalu gimana dong nasib yang
statusnya masih ‘intan mentah’—gimana sih caranyauntuk naik kelas jadi
‘perhiasan’?
LangkahPertama: Tentukan kamu ingin menjadi penulis seperti apa
Dan
anehnya, ini justru yang justru palingnggak dipikirkan penulis.
Seringnya, kalau ditanya malah jawab begini: “Ya,penulis kerjanya nulis
aja.” Penulis seperti itu sulit untuk mendapat respek,jujur saja.
Karena, let’s admit it,bahkan dirinya sendiri saja tak bisa
menghargai kualitas dalam dirinya sendiri.Kamu HARUS tahu ingin jadi
penulis seperti apa karena ini akan mempengaruhikarier kepenulisanmu
kelak. Dan membuatmu juga jadi bisa membuatlangkah-langkah realistis
untuk meningkatkan mutu tulisanmu.
Misalnya, kamu ingin jadi penulis romance.Say it out loud,
ingin menjadi penulis romance yang seperti apa (timpuk laptopnih kalo
kamu nggak tahu romance adalah genre yang PALING banyak subgenre-nya).
Say, kamu ingin jadi penulis novel romanceuntuk remaja—good for you.
Pertanyaan
berikutnya, seperti siapa? Oh ya,ini penting sekali, karena kamu harus
bisa membayangkan akan punya rivalpenulis siapa. Dengan menjadikan
karier mereka sebagai standar sukses, kamu punjadi bisa membayangkan
saat ini ada di posisi mana.
Say, kamu
membayangkan akan menjadi rivalberat Orizuka. Cek diri, sejauh ini,
sudah seberapa kompeten kamu bersainglangsung dengan penulis itu. Berapa
persen kamu yakin bisa menarik perhatiantarget pembaca yang
mengidolakan Orizuka?
Kalau persentasenya di bawah 50%, kamu harusbekerja keras di langkah kedua dan ketiga.
LangkahKedua: Tahu resepnya
Anggap
novel romance remaja itu seperti maubikin sop buntut. Konyol banget
kalau kamu nggak tahu dulu resepnya! Sama jugaseperti menulis, penting
untuk tahu do’s and dont’s-nya genre atau subgenreyang kamu dalami.
Jangan sembarang meremehkan, hanya karena romance yangpenting ada
cinta-cintaan aja udah cukup. Atau hanya karena mau menulis novel
horor,yang penting hantunya nongol-nongol, udah cukup.
Menulis itu bukan hanya keterampilan. Menulisadalah seni. Dan seni memang dimulai dengan mempelajari karya orang lain.
“NGOPI dong namanya?”
Iya. Danitu nggak ada salahnya.
Yang salah adalah cara berpikir orang yangmasih sulit membedakan antara copydan plagiarize. Copying adalah saat kamu mereplikasi gaya penulis lain dan mempraktekkannyadi naskah sendiri. Plagiarizingadalah mengaku-aku karya orang lain sebagai sendiri. Know the difference?
Perlu
kamu ingat, copying adalah proses dasardan bagian dari latihan. Tentu
saja di fase ini kamu belum boleh puas karena,hello, kamu kan masih
belum punya gaya kamu sendiri.
Langkah Ketiga: Hapal luar kepala resepnya
Learning by doing—dan
proses memasak sopbuntut pun jadi sesuatu yang biasa kamu lakukan. Udah
nggak canggung lagi saatmenyiapkan bahan-bahannya. Lama-lama kamu jadi
menyelipkan tip pribadimusendiri ke dalam masakan. Entah kamu akan
menambahkan atau mengurangi bahan dimenu, atau mengolahnya dengan suhu
tertentu. Kamu nggak perlu lagi melirik kebuku resep karena nalurimu
sudah bisa menentukan bagaimana cara membuat masakantersebut.
Jadi,
ya, gaya menulis bukan sesuatu yangkamu ciptakan sendiri. Tapi sesuatu
yang awalnya berupa ‘hapalan’ dan lama-lamakamu ingat luar kepala karena
sering dilakukan. Pengalaman, trial and error,dan komentar dari pembaca
membentuk tulisanmu. Sadar nggak sadar, kamumenemukan gaya menulismu
sendiri. Gaya, yang orang-orang kira, diturunkan darilangit hanya
untukmu.
Langkah Keempat: Analisis diri
Di
fase ini, kamu akan kembali dihadapkan pertanyaan sama seperti di tahap
satu. Bertambahkah persentase pembaca Orizuka yang menyukai novel
remaja juga menyukai tulisanmu? Sudah berada di atas 50% kah? Idih,
masih belum. Berarti ulangi lagi tahap kedua dan ketiga.
*
“Bagaimana dengan kamu, Bang Chris?”
Oh,
aku baru merasa menemukan gaya menulisku di buku keenam. Bayangkan, BUKU
KEENAM.Jadi memang butuh proses yang lama. Jadi kalau setelah membaca
artikel ini kamukecewa karena berharap sesuatu yang instan, maaf banget
ya. Karena tak adasatu pun di antara proses menulis itu yang instan.
Hehe...,
jadi gimana? Udah boleh dong aku dapat jawaban yang lebih memuaskan
kalau aku bertanya, “Kamu pengen jadi penulis yangseperti apa?”
Kiat Menulis by Christian Simamora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)