Here comes the bad memories: ya, saya pernah ditolak. Dua
kali malah. Dan saat itu saya merasa editor adalah orang paling kejam
yang pernah saya kenal seumur hidup (which is agak ironis ya,
karena lihatlah saya sekarang, hehe). Bukan itu saja, penolakan itu
membangkitkan pertanyaan berbahaya di benak saya: apakah saya
benar-benar punya bakat di dunia tulis-menulis ini? Apa mungkin saya
memang ditakdirkan mencari pekerjaan yang biasa-biasa saja—seperti
manusia normal lainnya?
Jadi, yeah, buat
teman-teman yang baru saja atau pernah ditolak naskahnya oleh sebuah
penerbit, jangan buru-buru merasa jadi pecundang. Yang ditolak bukan
kamu saja kok. Dan sama seperti kata D’Masiv di lagunya: Jangan Menyerah.
Banyak Alasan Kenapa Naskah Ditolak
Saya
pernah tanya ke seorang penulis, kenapa naskahnya ditolak penerbit.
Dengan wajah sedih, dia berkata lirih, “Yah, paling karena jelek lah,
Bang.”
Memang benar, naskah ditolak berarti di bawah
standar penerbit itu. Tapi sebenarnya, bukan itu saja faktor yang
membuat naskah tersebut dikembalikan. Satu, bisa jadi tidak sesuai
karakter penerbit. Ada penerbit yang menerbitkan fiksi bertema
religius—coba bayangkan, kira-kira apa yang terjadi kalau Shit Happens dikirimkan ke sana? Bakal diterima nggak?
Dua,
naskah kamu bukan jenis terbitan mereka. Jadi cermati baik-baik
terbitan mereka yang terbaru. Catet, terbitan terbaru (tahun ini), bukan
tiga atau empat tahun lalu. Perbukuan adalah dunia yang dinamis, dan
dunia ini juga mengenal istilah ‘tren’ dan ‘konsentrasi terbitan’. Bisa
jadi yang empat tahun oh-so-famous, tahun ini sudah tidak diterbitkan
lagi.
Tiga, isu SARA dan kontroversial di naskahmu. Khusus yang ini, harap kamu berhati-hati. Bermain-main di naskah yang edgy dan pushing boundaries memang tantangan menggoda, tapi harap lakukan dengan memperhatikan kenyamanan para pembaca juga. Nggak lucu lho nge-joke
soal orientasi seksual, agama, suku, atau kelompok masyarakat tertentu.
Saya percaya kamu bisa kok membuat pembaca tertawa terbahak-bahak
tanpa harus membuat orang lain tersinggung. Spongebob saja bisa....
Naskah Dikembalikan—Terus Harus Gimana Dong?
Penerbit
yang baik biasanya akan memberitahukan poin-poin minus naskahmu.
Perhatikan baik-baik poin tersebut karena dari situlah kamu bisa
memutuskan apakah naskah itu masih layak untuk direvisi atau sebaiknya
menulis naskah baru saja.
- Kalau yang bermasalah adalah porsi deskripsi yang kurang berimbang dengan narasi (“Naskah kamu masih ‘telling’, nggak ‘showing.’”), dan setting yang kurang meyakinkan—selamat! Kamu masih bisa berharap banyak dengan naskahmu ini. Solusinya pun simpel: revisi sesuai permintaan editor.
- Kalau yang bermasalah adalah karakter tokoh (“Klise, nggak konsisten, tidak menarik, dsb....”, plot dan konflik (“Cerita kamu datar, konflik kurang kuat, dsb....”), dialog (“Bertele-tele, kaku, dsb....”), gaya penulisan—ouch. Sebaiknya kamu menulis naskah baru saja. Segigih apa pun kamu merevisi, hasilnya nggak akan terlalu memuaskan.
Lalu,
bagaimana kalau ditolak oleh penerbit yang bahkan tidak mau
repot-repot memberi poin-poin kritikan seperti itu? Saya mengalami yang
seperti ini. Dan hal pertama yang saya lakukan (setelah berhasil
‘bangkit’ dari momen berduka selama seminggu lebih, hehe) adalah
memata-matai buku terbitan penerbit itu. Cari tahu seperti apa buku
best-seller mereka, tema-tema apa saja yang jadi unggulan di sana,
siapa-siapa saja penulis kebanggaan mereka—cari tahu sampai
sedetail-detailnya.
Saya ingat, dulu, di salah satu talkshow-nya, Raditya Dika pernah bilang, dia mengasah naluri menulis komedinya dengan membaca novel-novel Lupus—religiously. Dia membaca ulang semua novel-novel Lupus, dan menggarisbawahi bagian mana saja yang membuat dia tertawa. Nah, konon, saat menulis buat blog-nya (yang kelak menjadi buku Kambingjantan) berdasarkan apa yang dia pelajari dari novel-novel itu.
Saya mencoba hal serupa sebelum menulis Macarin Anjing. Saya memata-matai beberapa judul novel remaja bestseller
dan mempelajari baik-baik semua elemennya—yah, jadinya seperti
menganalisis bahan makalah deh! Seperti apa penulis membuat bab
pertamanya, bagaimana juga cara si penulis mengakhiri ceritanya,
bagaimana menyelipkan line-line komedi dan romantis di dalam
dialog, bagaimana si penulis membuat karakter utamanya, bagaimana si
penulis mengolah konflik cerita, dan sebagainya. (Funny thing is, beberapa bulan setelah Macarin Anjing terbit, saya dihubungi oleh seorang mahasiswa yang tertarik menjadikan novel itu sebagai bahan skripsi).
Ejaan Berbahasa
Tak
sekali dua kali saya mendengar celotehan teman-teman penulis yang
bilang ejaan itu urusannya editor. “Tugas kita ya nulis aja.” Ada
benarnya sih. Tapi pernah nggak teman-teman berpikir, para editor-lah
yang menentukan naskahmu layak diterbitkan atau nggak. Jadi, daripada
menganggap remeh urusan ejaan ini, coba deh kamu bereskan sendiri jauh
sebelum memutuskan mengirimkan naskah ke penerbit.
Mereka
paham benar nggak semua penulis mengerti betul soal EYD dan
sodara-sodaranya, tapi bisa kan paling nggak memperhatikan betul...
minimal tanda baca deh. Ini beberapa contoh kasus yang pernah saya
temukan di tumpukan-tumpukan naskah yang ditolak (versi biasa dan versi
ekstrim):
*
“sampai dmn kita tadi?ohya,pacar gw
yg baru.standar si tampangnya.nggak bakal bikin lo ngiler gt deyyy...”
, celoteh nita sama temen sekamarnya yg bernama evi (tp dipanggilnya
ephoy)
“ni...anak!!!klo standar knapa dipacarin c,buuuu!”, ephoy menimpuk nita dengan bantal yg td dipake buat bobo siang.
“suka2 dooooooooooongs!”, nita ngakak2 aza.
(Ini
kan naskah novel, bukan SMS atau postingan spontan di wall Facebook.
Kasihan editornya ah kalau semuanya disingkat-singkat, dan pakai huruf
kecil semua)
*
4nyway... 4k 5m c0WoK it dh jln
d-TG hr4n. yh, 5t4ndr-5tandr 6tlh. mAkn mLAm k5l D fdc0urT (M35k1pN rs
clm4r-nY 5mp4h Abi5), lalu nntn f1lm brny r35 wth3r5pn (5m3 ChicK
flcK... lMYn sh tpNy). oBrln Sh Lmy4N 45Yk, m5kpUN 55kl rd j4h Dr 15i
k3plK—k4yk... tib-tbA N60mn6n 6lbl Wrm1ng? hny, 1’M nt grenpc3....
tp
b6an plng men6JTkn, he w5N’t tryN6 t0 k5S m. n65h T4nd-tnd K3 5t j6
n66k. kcW. btE. Bkn AK mKr Jlk, 4pA jN6An-j4N6n 4k 1n n66k CkP ks5bL d
m4tnY? 6t? dn smkn dPK1r-Pk1r l6, nih Cw0k BWANNy j6 jrk MLl. kyk 4k kn
kU5T 4t 4plh. pokkny, aKu nn6k3P k35aN d14 j1JK 6tU 5M Ak.
(I have no problem on Alay people. Tapi, serius deh, tega amat nulis novel berpuluh-puluh halaman dengan gaya Alay... -___-)
(p.s. contoh itu bikinan sendiri lho—bukan dari naskah beneran. Nggak tega ah)
Nyali
Ditolak
sekali, masih semangat. Ditolak dua kali, mulai berpikir panjang.
Ditolak berkali-kali, mindernya keluar deh. Saya tahu, mencoba berdiri
lagi setelah gagal berkali-kali memang berat, tapi ya berdasarkan
pengalaman bagian ini bukan hal terberat menjadi penulis lho (I will tell you later).
Aza-aza fighting,
Teman! Cuma itu yang bisa saya bilang. Percayalah, di suatu masa di
proses panjang dan melelahkan ini, kamu bisa menaklukkan editor-editor
itu dan membuat mereka jatuh cinta pada tulisanmu. Jadi, sampai yang
seperti itu benar-benar terjadi dalam hidupmu, tetaplah menulis.
Kiat Menulis by Christian Simamora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)