Aku sendiri di sini.
Semua orang sedang sibuk membenahi diri.
Ada apa dengan negaraku ini.
Semua orang sedang sibuk membenahi diri.
Ada apa dengan negaraku ini.
Orang-orang ramai-ramai mendaftar
jadi politisi.
Tidak ada yang salah.
Mereka berjanji ingin mengubah
Tidak ada yang salah.
Mereka berjanji ingin mengubah
wajah ibu pertiwi.
Para oknum calon wakil rakyat kampanye janji
Para oknum calon wakil rakyat kampanye janji
besar-besaran mereka mengumbar kata
agar terlihat bermakna.
Bukti yang rakyat inginkan
Bukti yang rakyat inginkan
bukan kata-kata penuh bualan.
Wakil rakyat dipilih oleh rakyat.
Apakah akan bekerja untuk rakyat?
Wakil rakyat dipilih oleh rakyat.
Apakah akan bekerja untuk rakyat?
Tadi pagi aku berdiri di depan pagar rumah.
Ibu-ibu dan bapak-bapak berkumpul dengan senyum semringah.
Wajah yang biasa sedih berubah jadi senang.
Aku tersenyum, pasti ada kebaikan yang datang.
Hei… hei… hei kamu...
Lihat… lihat… lihat itu…
Mereka menerima amplop putih.
Isinya uang kertas berwarna merah.
Aku bertanya pada salah seorang dari
mereka,
ada apa di sana?
Katanya ada caleg yang sedang
berpesta pora.
Ah apa iya?
Membagikan uang dengan penuh harapan
agar warga bahagia dan ia pun naik
jabatan.
Menduduki kursi nyaman
dan bisa jalan-jalan.
Memang tidak semua begitu.
Tapi apa politik bisa membuat orang
jadi sekejam itu?
Membeli suara mereka yang tak
berdaya
agar terpilih dan bisa duduk di
singgasana.
Malang sekali nasib mereka yang tak
berdaya.
Mengorbankan idealisme dengan
menjual suara.
Siapa yang salah, mereka yang memberi
atau menerima?
Dua-duanya berdosa
karena sama-sama makan keserakahan.
Mengejar jabatan demi kekuasaan.
Oh Ibu pertiwi,
aku mohon jangan menangis lagi
melihat anak-anakmu begini.
Aku tak mau air matamu jatuh
membasahi pipi
sehingga kecantikanmu tak terlihat
lagi.
Jakarta, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)