Rabu, 20 November 2013

Jika Saya Penerbit Buku Fiksi

Dari kecil saya tak pernah diajarkan, diajak ataupun dikenalkan dengan berbagai macam bacaan. Saya sempat mengenal Majalah Bobo itupun hanya sekedarnya saja—belum tentu sebulan sekali saya dibelikan. Ketika duduk di bangku sekolah saya dikenalkan dengan buku-buku pelajaran yang sama sekali tidak menarik minat saya untuk membacanya. Saya tidak menemukan keasyikkan saat membaca buku pelajaran sesenang membaca cerita-cerita di Majalah Bobo.

Alhasil saya tumbuh jadi anak yang amat sangat tak suka membaca—kecuali ada pekerjaan rumah saya baru membaca buku pelajaran, karna tuntutan soal yang mengharuskan saya membacanya. Jika membaca buku—apapun judulnya, saya lebih sering terlelap dan tertidur pulas dengan buku yang letaknya entah di kepala, di kaki atau tertindih badan. Meski ibu saya saat muda termasuk yang sangat gemar membaca, itu tidak menurun pada saya. Bahkan uak saya di Aceh adalah seorang yang kutu buku. Saat ke Jakarta, bukan hanya keluarga yang ia kunjungi tapi juga toko buku. 

Tapi saya tak mau menyalahkan orang tua saya karena tidak mengajarkan saya untuk senang membaca buku. Sebab, ini juga salah saya yang tak punya inisiatif untuk senang membaca. Mereka sudah memberikan banyak hal kepada saya. Semua yang terbaik telah mereka lakukan untuk saya, bisa tumbuh seperti sekarang ini saja sangat saya syukuri, tanpa mereka saya bukanlah apa-apa.

Waktu mempertemukan saya dengan teman-teman yang giat dalam merintis usaha—mereka menyebut dirinya Young Entrepreneur (Pengusaha Muda). Saya menjelajahi satu persatu komunitas—meski saya tak kenal banyak orang, karna saya termasuk orang yang pendiam saat itu, tapi ada banyak manfaat yang saya dapat. Suatu ketika teman saya bilang “Membaca akan membuat kita tahu banyak hal yang tidak kita ketahui. Bacalah buku-buku bisnis, motivasi atau pengembangan diri. Kita bisa belajar tentang bisnis dari sana.”


Karena ingin bisnis saya berkembang dan tumbuh pesat seperti bisnis mereka—meski saya tahu untuk sukses tak pernah ada yang instan. Saya mulai menyisihkan uang saya untuk membeli buku-buku bisnis, motivasi dan pengembangan diri. Awalnya sama seperti dulu, saya lebih sering tertidur ketika membaca, tapi saya paksakan untuk menghabiskan satu persatu buku yang sudah saya beli. Mulai dari buku cara benar sampai cara gila saya baca. Tahu sendiri, judul buku bisnis kadang aneh-aneh judulnya. Dari sana saya mulai senang membaca—meski awalnya terpaksa.

Saya mengalami titik jenuh, semua buku bisnis, motivasi, dan pengembangan diri makin ke sini makin sama bahasannya. Pernah suatu waktu saya membaca tiga buku dengan tiga judul berbeda dan penulis yang berbeda pula, namun bahasannya seragam—meski cara menyampaikannya berbeda. Sampai pada satu titik saya memutuskan untuk tidak membaca buku lagi. Saya memilih fokus jualan dan kuliah.

Memang tak pernah ada yang kebetulan semua sudah direncanakan. Saya dipertemukan lagi dengan teman-teman yang minat membacanya sangat tinggi. Di awal-awal saya sangat tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Pelan-pelan saya belajar—mempelajari apa yang mereka bicarakan lalu mencari tahu di google tentang semua yang mereka bicarakan—dan akhirnya saya tahu oh ini, oh itu. Saya mulai kenal dengan penulis ini dan itu. Dari bacaan mereka saya dapati mereka lebih banyak membaca buku fiksi. Kata saya dalam hati “Apa sih enaknya membaca buku fiksi? Bukannya hanya membuang-buang waktu saja? Tak ada yang menarik yang dapat diambil selain cerita-cerita yang membuat tertidur?”

Pada waktu itu pengetahuan saya soal buku sangat payah sekali. Saya malu karena lebih banyak tidak mengertinya. Apalagi ketika mereka membicarakan bacaan di masa kecil. Tak ada yang saya kenal satupun. Akhirnya saya mencoba membaca buku-buku fiksi. Saya mengenal dunia baru yang hebat dari sana. Pernyataan saya seolah putus oleh kata-kata yang terangkai menjadi cerita. Minat membaca saya tumbuh lagi, satu dua hingga beberapa buku fiksi saya baca, saya jatuh cinta padanya. Dari fiksi saya seperti menemukan dunia baru yang tak saya dapatkan di dunia nyata, imajinasi saya bebas membayangkan cerita yang saya baca.

Saya juga mulai menyukai dunia perbukuan seluk beluknya sedikit demi sediikit saya mulai kenali. Dan senang melihat teman-teman sudah memiliki buku hasil karyanya, tanpa berbicara mereka seolah sudah berbicara lewat karya. Saya bertemu teman-teman yang minat menulisnya sangat tinggi dan ingin menerbitkan naskahnya.
***

Jika saya penerbit buku fiksi.

Saya ingin membantu penulis-penulis baru yang memiliki potensi untuk menerbitkan karyanya. Tentu dengan naskah yang sudah cukup matang untuk diterbitkan. Sebab masih banyak sekali calon penulis yang belum mengenal EYD, mengenali pembaca, bercerita dengan baik. Mas Aslaksana pernah menulis di facebook kalau masa depan sastra Indonesia adalah hari ini, pada orang-orang yang mendorong diri untuk menulis sebagus mungkin hari ini, yang mengilhami orang lain untuk menulis lebih baik lagi.

Saya tahu menghasilkan sebuah karya bukanlah hal yang mudah, butuh pengorbanan, proses kreatif, waktu yang dihabiskan untuk menulis dan juga banyak hal yang telah dilewati sampai karya tersebut lahir. Maka dari itu sebagai penerbit buku saya ingin berikan royalti untuk penulis sama pada umumnya, dan tidak mempermainkan mereka dengan memotong atau mengambil hak mereka.

Selain menerbitkan karya-karya penulis dalam negeri saya juga akan menerjemahkan lalu menerbitkan karya-karya penulis luar—terutama karya-karya penulis besar. Agar para pembaca buku di indonesia mengenal bukan hanya karya penulis dalam negeri saja, tapi ada juga karya penulis luar yang bagus dan perlu dibaca.

Belajar dari pengalaman masa kecil saya yang kurang atau bahkan tak banyak membaca. Saya ingin memperkenalkan karya-karya yang baik kepada anak-anak—anak sekolah maupun anak-anak jalanan. Dengan membuat taman baca, mungkin ini keluar dari batas penerbitan, tapi selama masih menyangkut dunia perbukuan saya ingin membuatnya dan berbagi apa yang saya sukai. Cukup saya yang mengalami masa kecil tanpa membaca, saya ingin anak-anak bergaul dengan buku-buku fiksi yang bagus. Saya lebih senang melihat mereka kecanduan membaca buku ketimbang kecanduan game online dan gadget (hp, tablet dan sejenisnya). Saya juga tak ingin mereka ketinggalan dengan teman-temannya yang sudah mengenalnya lebih dulu tentang buku. Dan tak ingin lihat mereka baru melangkah untuk membaca, serta menulis ketika mereka sudah beranjak dewasa—tentu akan banyak halangannya termasuk rasa malas.

Karena anak-anak atau remaja adalah calon-calon penerus dan pemimpin bangsa. Masa depan sastra mungkin juga ada ditangan mereka. Jika bacaan mereka sejak kecil sudah bagus, lalu menulis juga. Saya percaya masa depan Sastra Indonesia mungkin akan lebih baik. Saya bukanlah anak Jurusan Sastra Indonesia maupun Bahasa indonesia, bahkan mengenal sastra pun belum lama. Memang tak pantas orang yang belum mengerti banyak tentang sesuatu berbicara banyak, tapi saya akan terus belajar untuk itu. Jika merujuk dengan perkataan “Masa depan Bangsa ada di tangan anak muda” bukankah itu artinya, tidak hanya soal pemerintahan tapi banyak hal entah itu bisnis, seni maupun sastra.

Untuk mempromosikan karya-karya penulis saya akan memajang karya-kaya mereka lewat banyak media. Di online saya akan membuatkan toko buku online yang khusus menjual karya-karya penulis yang saya terbitkan. Meski buku didistribusikan ke toko buku, pameran-pameran seluruh Indonesia, kita juga akan membuat toko buku di kantor. Memanfaatkan lahan yang tidak terpakai, satu tempat banyak fungsi.

Terakhir, mengutip perkataan mas Aslaksana “Setahu saya, salah satu urusan penerbit atau redaktur koran memang menolak naskah. Jika kau melemah dan putus asa itu masalahmu sendiri. Itu lazim terjadi pada orang-orang dengan mentalitas buruk. Dan mentalitas buruk adalah masalah psikiatris, bukan masalah kesastraan. Setiap penulis adalah orang yang selalu belajar menulis setiap hari. Ia tak pernah terlalu yakin bahwa tulisan-tulisannya menarik untuk dibaca orang lain.” Selamat menulis.





*Tulisan ini diikutsertakan dalam lelang buku bayar karya di Grup Love Books A Lot ID

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini. :)