Saat membuka twitter ada sebuah tweet dari pak bukik yang isinya seperti ini: "Tes IQ lebih banyak kerugiannya daripada manfaatnya buat anak."
Saya jadi teringat zaman SMP (Sekolah Menengah Pertama) dulu. Enam bulan sebelum UN berlangsung, diadakan tes IQ --saya lupa gimana cara ngetesnya, yang saya ingat waktu itu tes tertulis. Saat itu semua proses belajar dihentikan karna tiap kelas sedang diisi dengan para kakak-kakak yang menerangkan tes tersebut.Selayaknya ujian biasa semua tenang, mereka menunggui kami, tidak ada sedikitpun suara. Kata kakak yang ada di depan. Tes tersebut nggam perlu menyontek, kalian cukup jawab sesuai kemampun kalian saja --Tapi tetap saja ada yang mencontek hehe.
Setelah selesai kami bertanya-tanya --meski di awal dijelaskan untuk apa, tapi namanya anak-anak tetap saja bertanya. Untuk apa si tes begituan? apa perlu?
Tapi ya semua berlalu begitu saja, tanpa ada jawaban pasti. Dua minggu setelah tes, kakak-kakak itu datang kembali memberikan hasil tes. Masing-masing kami sudah memegang amplop bertuliskan nama kami dan di pojok kanan ada tulisan "Sangat rahasia". Kakak tersebut bilang, bukanya dirumah saja. Dasarnya anak-anak yang rasa ingin tahunya tinggi ya tetap saya kami buka di kelas, tapi ada beberapa yang memutuskan tidak ingin membukannya.
Satu persatu membuka. "Eh dapet apa? Coba liat."
"Yeeey gue dapet superior."
Dari kurang lebih 36 anak hanya beberapa yang mendapatkan superrior, bahkan yang paling pintar dapatkan skor terendah. Kebanyakan mendapatkan yang sedang dan ada pula yang mendapatkan rendah. Yang hasil tes IQnya bersorak senang, yang sedang biasa saja dan yang rendah nampak kecewa karna tidak terhilat sedikitpun raut bahagia di wajah mereka. Itu mungkin sebabnya tidak boleh di buka di kelas. Tapi saya masih belum mengerti untuk apa si tes IQ itu kalau hanya menimbulkan kekecewaan pada anak yang dapatkan hasil rendah?
Saya waktu itu memutuskan untuk ikut membuka karna dipaksa. Saya mendapatkan superrior, di sana dijelaskan jika saya ingin melanjutkan ke SMA lebih baik ke IPA sedangkan jika SMK lebih baik ke listrik. Saya makin bingung. Saya yang tak pandai, bahkan tak suka matematika mengapa dianjurkan ke jurusan-jurusan yang berbau matematika?
Setelah lulus tak banyak yang mengikuti saran dari hasil tes tersebut, beberapa menganggap itu omong kosong. Ada yang mengikuti ada juga yang bahkan yang tak pernah sama sekali membacanya karna takut kecewa. Saya termasuk yang cuek hehe, saya memutuskan masuk ke jurusan mesin produksi. Teman saya dijelaskan dalam lembaran tersebut harusnya ke IPS dia memilih ke IPA. Yang otomotif, memilih ke Pelayaran. Ada juga yang mengikuti apa yang dianjurkan dan lain sebagainya. Mereka yang mengikuti ada yang sukses dibidangnya ada pula yang tak maju-maju. Begitupun yang tidak mengikutinya.
Jalan hidup tidak ditentukan dengan sebuah tes yang sifatnya buatan manusia. Mungkin tes tersebut bisa membawa kita melesat ke tujuan, bisa juga malah jatuh. Alangkah baiknya kita mengenal diri sendiri. Ingin jadi apa ke depan? Ingin seperti apa? Dan ingin ingin lainnya. Lalu mempersiapkan apa saja yang diperlukan untuk mencapainya. Untuk orang tua mungkin bisa membimbing agar tujuan anak ke depan dapat terarah dengan baik dan benar. Tes hanya bersifat teori buatan manusia bukan buatan Allah, jadi tak perlu diambil pusing jika tak sesuai dengan jalan hidup kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)