Manusia di ciptakan dengan segala kekurangan dan
kelebihannya. Masing-masing menjalani kehidupan dengan cara yang berbeda-beda.
Tuhan memberi kehidupan manusia dengan banyak rasa. Senang, sedih, kecewa,
bahagia, was-was, khawatir, takut, tertekan, dan lain sebagainya seakan datang
silih berganti. Kehidupan banyak yang bilang hanya sementara namun berikan
proses yang cukup lama, dari dalam kadungan - lahir- sekolah - kerja – menikah
– punya anak- cucu – mati, atau mungkin rangkainanya lebih cepat berakhir,
semua bergantung pada apa yang telah tuhan takdirkan pada masing-masing manusia.
Tentu di dalamnya kita di berikan berbagai macam permasalahan dan cobaan sesuai
dengan kadarnya.
Rumah adalah sekolah pertama yang yang memberikan kita
banyak pelajaran, ibu dan bapak kita adalah guru yang mengajarkan kita tentang
ini dan itu setiap harinya. Tanpa lelah mereka membagi perhatian, tenaga, kasih
sayang untuk anak tercinta. Tidak meminta imbalan ataupun bayaran. Semuanya ibu
dan bapak berikan secara cuma-cuma agar bisa melihat anak-anak mereka tumbuh
dan berkembang layaknya anak-anak lain. Dan tentu menginginkan anak-anaknya
menjadi pribadi yang lebih baik dari mereka untuk ke depannya.
Saya percaya hamper semua orang tua pasti akan berikan
yang terbaik untuk anak-anaknya, walau sebagian tidak. Jika membicarakan cara
orang tua mendidik anak-anaknya pasti ada yang berhasil dan juga ada yang
tidak. Semua tergantung dengan cara mereka memberikan pelajaran dalam proses
tumbuh kembang buah hatinya. Macam-macam masalah selalu menghampiri setiap
keluarga, namun cara mengatasinya masing-masing sangatlah berbeda-beda. Ada
yang berlarut-larut, ada pula yang langsung selesai saat itu juga.
Saya bukan seorang pakar parenting bukan mahasiswa
pendidikan anak, dan bukanlah orang tua. Saya hanya seorang anak yang kini
sedang tumbuh menjadi dewasa. Saya pernah merasakan ada di posisi sebagai anak,
namun saya belum pernah merasakan menjadi orang tua, tentu apa yang saya
sampaikan dari sudut pandang seorang anak dan juga seorang manusia yang bisa
melihat dan mendengar kejadian-kejadian yang ada di sekeliling saya, kemudian
menuangkan itu semua kedalam tulisan ini. dan akan berbeda pula yang saya tulis
jika saya sudah menjadi orang tua.
Suatu hari saya sedang menjaga toko sembako milik orang
tua saya, ada anak kecil kira-kira berumur dua tahun yang datang untuk
berbelanja.
“Kak, beli hmmm…”
“Beli apa dek?” Tanya saya.
“Beli ini aja deh.” Dia
mengambil permen seharga lima ratu rupiah. Dan anak itu pun berlalu.
Tidak berapa lama sang ibu datang dengan kondisi anak
yang menagis.
“Mas tuker ini ya. Ini anak
B*** suruh beli micin malah beli permen.” Si anak terus menagis dan semakin
kencang.
“Gak bisa bu permennya kan
sudah di emut-emut.”
“Dasar anak S****, suruh beli
ini malah beli itu.” Si ibu memarahi anaknya. “Ya udah ini mas uangnya.” Masih dengan tampang kesal.
Saya cuma bengong dan geleng-geleng kepapala, kemudian
bertanya; Sebenarnya yang salah siapa ya? Si ibu atau si anak? Anak umur dua tahun
di suruh belanja ke warung, salah gak? menurut saya salah. Dalam usia itu, anak-anak berada pada masa di
mana masih ingin main-main, mengenal sekitarnya, jadi yang belum sepenuhnya mengerti,
apalagi disuruh-suruh, apa salah jika dia membeli sesuka hatinya? Jadi menurut saya
dalam kondisi ini yang salah ya orang tuanya.
Mungkin di rumah lagi tidak ada orang, sedangkan masakan
tidak bisa ditinggal, maka anaknya yang di suruh. Tapi, ketika si anak salah
janganlah di marah-marahi dan di caci maki dengan kata-kata yang kasar, itu kan anak sendiri. Orang dewasa
saja masih suka lupa, apalagi anak-anak. Peran orang tua bukan hanya sekedar merawat
anak hingga tumbuh dewasa, tapi lebih dari itu, sebagai teman yang bisa berbagi
rasa, sebagai guru yang mengajarkan arti hidup , sebagai kakak yang melindungi,
dan bisa berada di posisi manapun sehingga kedua menjadi nyaman dengan keadaan
yang saling memahami satu sama-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu di sini. :)