Minggu, 16 Maret 2014

Dibungkam Diam

Nadiera, ada yang ingin aku beri tahu, ketika aku merasakan bahwa aku mencintaimu.

Kita adalah dua hal yang berbeda. Aku laki-laki dan kamu perempuan—haha aku yakin kita sudah masing-masing tahu soal itu. Kau dengan sifat serta sikapmu, dan aku dengan sikap dan sifatku. Umur? Ah itu apa lagi, sudah jelas berbeda, Kita berdiri di atas jurang yang berbeda. Berpijak dan berpegangan pada tali yang berbeda. Bahkan cara kita memaknai dan menjalani hidup berbeda pula. Tapi Tuhan kita sama. Kecintaan kita padaNya pun sama. Hanya saja kadarnya yang  (mungkin) berbeda.

Aku mencintaimu, nampaknya kamu tahu itu, tapi diam saja. Aku paham cinta memang harus diungkapkan. Agar aku dan kamu sama-sama tahu. Jika rasa yang kita miliki sama, itu artinya kita bisa bersama, ya setidaknya rasa kita telah menyatu. Entah nantinya akan menyatu seutuhnya denganmu atau tidak, itu urusan nanti. Tapi kalau hatimu tak ada secuil pun untukku. Aku akan menerimanya dengan lapang dada.



Nadiera, aku jatuh cinta pada setiap tingkahmu. Sebenarnya aku masih ragu, ini cinta atau hanya sekadar kagum saja? Aku terpesona dengan apa yang kamu lakukan padaku, padahal lebih banyak yang jelek—maksudku perlakuan tak baik—nya ketimbang baiknya. Mungkin yang orang bilang itu benar, bahwa cinta memang buta. Kejutekan kamu, judesnya kamu dan cueknya kamu yang kadang membuat aku kesal. Kamu nampak menyebalkan! Tapi anehnya kenapa aku malah merindukan itu. Setiap kali kamu tak ada kabar dan kamu menghilang. Dan anehnya aku akan mencarimu, meski tak bilang langsung padamu.

Entahlah, aku terlalu pemalu atau terlalu pengecut untuk mengucapkan bahwa aku mencitaimu dan ingin hidup bersamamu. Mulutku ditutup rapat pikiran yang merambat. Ia selalu berkata padaku: kau punya apa sehingga punya keberanian untuk mengatakan kau mencintai dia? Harta? Tahta? Atau hanya sekadar kata-kata?

Aku menjawab: cinta!

Cinta katamu? Kau sudah gila. Mau kau kasih makan apa dia nanti? Cinta? Bulshit. Tak pernah ada yang merasa kenyang makan cinta. Kau bisa bahagia, bisa pula terluka karena cinta Tapi percayalah cinta juga butuh biaya. Bahkan buat makan sendiri saja kau masih keteteran, apalagi untuk makan dia kelak?

Tapi dia makannya tak banyak.


Kau sama menyebalkannya seperti Nadiera. Sudahlah semua terserah padamu.

Hei, Nadiera kamu baca percakapan di atas? Ya aku sering bertengkar dengan pikiranku. Kamu tak perlu bingung dan heran, apalagi dengan bilang aku gila atau tak waras. Tenanglah itu sudah biasa aku lakukan dalam hal apapun.

Nadiera, Sebenarnya aku bingung inti surat ini akan aku bawa ke mana, jadi gini, mungkin aku bukan orang pertama yang punya perasaan cinta—atau katakanlah kagum—padamu. Tapi aku ingin jadi orang terakhir yang ada dalam hidupmu. Dan aku berharap kamu bisa meyakinkan aku, bahwa kamu hidup dan matiku. Sulit memang mendapatkan apa yang kita inginkan, seperti yang aku bilang di awal, Nadiera. Perbedaan adalah awal dari semua. Saking gugupnya, aku nampaknya sering sekali menyebut kata “Tapi”. Aku berpikir jangan-jangan Tuhan ciptakan cinta untuk meleburkan perbedaan itu. ketika kita masih mempersoalkan ini dan itu, kita bisa bersatu karena cinta. Ya, cinta, sebenarnya aku tak pernah tahu bentuknya seperti apa, warnanya bagaimana dan letaknya di mana, yang aku aku mencintaimu seperti janji yang selalu dipertanyakan waktu. Berat dan butuh kesabaran.

Aku tak jadi membicarakannya padamu, aku memutuskan untuk memendamnya saja, sebab cinta tak melulu harus diucapkan, tapi dilakukan. Seperti yang aku lakukan untukmu kemarin, hari ini, esok dan mungkin sampai kita berdua duduk bersama, menatap senja yang mulai memudar di usia kita yang mulai senja. Mencintaimu tak cukup lewat kata, tapi perbuatan nyata. Dan aku memilih membungkam mulutku dan terus berbuat yang terbaik untukmu. Kamu tak perlu membalasnya, sebab aku ikhlas melakukannya.
Mungkin mencintai tak harus memiliki. Jika kelak kau bersama orang lain dan bahagia, aku akan ikut senang. Aku memang pengecut, Nadiera! Melawan banyak perbedaan saja aku tak berani! Tapi jika waktunya tiba nanti, ketika semua membaik aku akan datang dan melamarmu. Tentu jika kamu belum bersama orang lain. Kamu boleh bilang aku bodoh atau apa. Aku tak marah, sebab kau tak tahu kejadian sebenarnya, yang kamu lihat belum tentu bisa kau simpulan hari itu juga. Semoga kau selalu berbahagia, Nadiera.

Salam dari orang yang mencintai dan selalu kagum pada senyummu,


Afrasasi


2 komentar:

Tinggalkan jejakmu di sini. :)